Anak Jepang Tetap Mainkan Hyakunin Isshu untuk Pertahankan Tradisi

Laporan dari Jepang

Anak Jepang Tetap Mainkan Hyakunin Isshu untuk Pertahankan Tradisi

- detikNews
Kamis, 16 Okt 2014 04:00 WIB
Sakai - Sebagai negara maju, Jepang menjadi pusat perkembangan teknologi. Begitu juga dengan perkembangan video game yang sudah menjadi ikon negeri sakura ini.

Nah, di tengah serbuan video game, anak-anak sekolah di Jepang masih mempertahankan permainan tradisional. Salah satunya adalah permainan kartu tradisional Jepang atau disebut Hyakunin Isshu.

detikcom bersama Jurnalis Sakai Asean Week 2014 berkesempatan untuk mendatangi Sekolah Menengah Umum (SMU) Sakai Higashi. Anak-anak di sekolah ini mengajarkan kami bermain kartu Hyakunin Isshu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hyakunin Isshu merupakan kartu yang bertuliskan puisi-puisi Jepang (Tanka). Jumlahnya ada 100 buah. Hyakunin Isshu bisa dimainkan secara kelompok atau secara individu.

Selain pemain (torite), ada juga seorang yang membacakan puisi (yumite) dan seorang wasit. Cara mainnya, 100 kartu yang terbuka tersebar di hadapan mereka. Kemudian yumite membacakan bait pertama puisi dengan cara nembang. Seperti nembang sunda ketika mendengarnya.

Lalu, torite mencari lanjutan bait kedua dari puisi yang bacakan diantara 100 kartu yang ada. Mereka harus hafal dan jeli untuk mencari sambungan bait-bait puisi tersebut.

Jika sudah ketemu, mereka cukup mengambil kartu tersebut dan disimpan. Yang paling banyak mendapat kartu adalah pemenangnya.

Jika torite salah mengambil kartu, maka dia tidak boleh bermain dalam satu puisi namun bisa ikut di puisi berikutnya.

Marina Kobayashi (18), mengaku sangat senang dengan permainan Hyakunin Isshu ini. Dia lebih suka bermain Hyakunin Isshu dibandingkan dengan main video game.

"Kalau main game di komputer lebih sulit. Main kartu ini sangat mudah dengan hanya mengingat dan mengambilnya," tutur siswi kelas 3 ini.

Marina tidak takut disebut ketinggalan zaman dengan tetap bermain Hyakunin Isshu. Karena menurutnya Hyakunin Isshu adalah permainan yang bisa berinteraksi langsung dengan pemain lain, tidak seperti dalam video game.

"Saya lebih suka permainan yang langsung bertatap muka," ungkapnya.

Sementara itu Shuji Icitamura, guru di sekolah tersebut meyakini bahwa permainan ini bisa bertahan dan digemari oleh anak-anak Jepang. Memang kuncinya ada di anak-anak sendiri.

Di sekolah ini, lanjutnya, Hyakunin Isshu diajarkan sejak kelas 3 SD. Dan hal itu dilakukan semata-mata demi terjaganya puisi Jepang dari generasi ke generasi.

"Saya merasa punya tanggungjawab untuk mengembangkan tradisi ini," katanya.

(mpr/kha)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads