Beda dengan Era Gus Dur, Ini Alasan Pemakzulan Kini Sulit untuk Dilakukan

Beda dengan Era Gus Dur, Ini Alasan Pemakzulan Kini Sulit untuk Dilakukan

- detikNews
Jumat, 10 Okt 2014 07:27 WIB
Beda dengan Era Gus Dur, Ini Alasan Pemakzulan Kini Sulit untuk Dilakukan
Jakarta - Sejarah Indonesia mencatat pemakzulan seorang kepala negara pasca reformasi pernah terjadi di Era Abdurahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Dalam beberapa hari terakhir isu soal impeachment kembali mengemuka seiring dengan dikuasainya parlemen oleh kubu oposisi. Namun langkah untuk memakzulkan presiden pada masa sekarang ini, jauh lebih sulit untuk dilakukan.

Gus Dur dimakzulkan pada Juli 2001, dua tahun setelah dia memerintah. Itu merupakan puncak dari rentetan ketegangan antara eksekutif dan legislatif.

Gus Dur sempat mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi pembubaran MPR/DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Dekrit tersebut ditolak dan malah ujung-ujungnya Gus Dur dimakzulkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi impeachment semacam itu, dinilai tidak akan dengan mudah terjadi pada masa sekarang ini. "Sangat susah sekarang. Beda dengan yang dulu, pada waktu zamannya Gus Dur," kata Wakil Ketua MK Arief Hidayat.

Berikut tiga alasan mengapa pemakzulan kini sulit terwujud:

Presiden Dipilih Langsung

Faktor yang membedakan adalah keluarnya UU 23 Tahun 2003, yang mengatur mengenai mekanisme Pilpres secara langsung oleh rakyat. Pemilihan kepala negara tak lagi dilakukan oleh MPR.

Pilpres langsung pertama yang dilakukan adalah pada 2004, yang menelurkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang.

Terkait dengan sistem pemilihan langsung ini, Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, hal itu akan membuat semakin kecil peluang untuk melakukan impeachment terhadap presiden.

"Lebih susah sekarang. Karena sistem kita kan sekarang Presidensial. Presiden itu dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga sangat susah. Beda dengan yang dulu, pada waktu zamannya Gus Dur," kata Arief, di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Kamis (9/10/2014).

Impeachment Harus Punya Dasar Yuridis

Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, upaya pemakzulan dalam masa sekarang ini, tidak cukup dengan hanya dasar pertimbangan politik semata. Dipertimbangkan adanya dasar yuridis yang kuat.

"Sulit sekali sekarang. Jadi kalau kita baca UUD, kalau dulu itu sangat politis, kalau sekarang tidak politis, tapi sangat yuridis," ujar Arief.

Mantan Ketua MK JimlyΒ  Asshiddiqie menambahkan, dalam sistem presidensial murni seperti yang diberlakukan di Indonesia saat ini, dianut adanya prinsip gabungan antara hukum dan politik.

"Jadi ada gabungan mekanisme hukum dan politik, Ini presidensial murni," kata Jimly.

Harus Lewati MK Dulu

Pengejawantahan dari konsep gabungan antara hukum dan politik terkait upaya pemakzulan adalah alasan untuk memakzulkan itu harus disetujui terlebih dahulu oleh MK. Mahkamah akan mengkaji alasan-alasan berdasarkan bukti-bukti yang ada untuk selanjutnya menentukan apakah alasan untuk memakzulkan itu bisa diterima atau tidak.

Wakil Ketua MK Arief Hidayat menjelaskan, awal mula proses pemakzulan, jika DPR merasa presiden melanggar UUD 1945. DPR lalu membawa hal tersebut ke MK. Di MK diproses apakah benar-benar ada pelanggaran terhadap UUD 1945 atau melakukan tindak pidana berat.

"Baru kemudian oleh MK diputus, ya atau tidak. Kalau diputus iya, dikembalikan ke DPR, DPR mengundang MPR untuk meresmikan, baru bisa MPR menyetujui. Kalau dulu kan cukup dari DPR, kemudian ke MPR, baru langsung. Bedanya itu," tutur Arief.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie keputusan mekanisme harus melalui MK adalah bentuk dari pengaplikasian dari prinsip sistem presidensiil murni yang dianut Indonesia.

"Kalau MK menyatakan tidak bersalah, ya tidak dibawa ke MPR. Lain dengan sistem parlementer atau campuran. Kalau di sistem campuran yang ada lembaga MK, semua impeachment diputuskan MK. Itulah yang terjadi di AS yang juga berlaku sistem presidensial murni," jelasnya.


Halaman 2 dari 4
(fjp/dha)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads