Diduga ada ratusan pasien yang menjadi korban klinik tersebut.
Berikut fakta kasus klinik bodong tersebut seperti dirangkum, Senin (6/10/2014):
1. 3 Dokter Ditangkap
Foto: Taufan/detikcom
|
3 Tersangka tersebut berinisial JP (52), LRD (67), dan Dr. ERM (40).
"Untuk sementara ketiga tersangka ini kami tangkap berdasarkan fakta hukum hasil penyidikan, dan per orang patut diduga melakukan kegiatan kedokteran tanpa izin. Ketiga tersangka ini merupakan WNI," kata Kapolres Jakbar Kombes Fadil Imran dalam jumpa pers tentang Klinik Metropole di Mapolres Metro Jakarta Barat, Sabtu (4/10/2014).
Menurut Fadil, tiga tersangka lagi masih DPO. Ketiganya yang berprofesi dokter tersebut yakni Dr Song, Dr Shen, dan Dr Li. Mereka diketahui merupakan WNA dari negara China.
Atas tindakan yang dilakukannya, para tersangka dikenakan pasal 80 Jo pasal 42 dan atau pasal 77 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan atau pasal 201 Jo pasal 198 Jo pasal 108 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Serta tersangka terancam pidana hukaman 15 tahun penjara. Polisi juga sudah memeriksa 4 korban yaitu IM (40, LS (35), NBS (33) dan RS (50).
Selain itu, dalam penyidikan ini polisi tidak hanya menerapkan UU praktek kedokteran, melainkan juga terdapat UU kesehatan, UU Rumah Sakit, dan UU Keimigrasian.
2. Klinik Ilegal
Foto: Taufan/detikcom
|
tersangka oleh Polres Metro Jakarta Barat. Pemilik diamankan setelah terbukti membuka klinik secara ilegal.
Kabid Dokkes Polda Metro Jaya Kombes Mussyafak mengatakan, kasus Klinik Pratama Metropole bermasalah
dalam hal perizinan. Awalnya klinik ini hanya izin sebatas poliklinik.
"Klinik hanya izin sebatas Poliklinik namun setelah beroperasi melakukan kegiatan pemeriksaan secara spesialis. Spesialis seharusnya dilakukan di rumah sakit," kata Mussyafak di Mapolres Metro Jakarta Barat, Sabtu (4/10/2014).
Menurutnya, mereka para tersangka telah melakukan praktik-praktik yang tidak sesuai izin yang diberikan Suku Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat yakni berupa pelayanan medik dasar untuk menyelenggarakan pengobatan umum atau gigi serta kesehatan ibu dan anak.
"Jadi mereka melakukan praktek kedokteran di luar ketentuan yang diberikan dengan membuka praktik USG, bedah, medical check up, dan penyakit wasir," jelasnya.
3. Obat Belum Izin BPOM
obat-obatan (ilustrasi)
|
"Obat-obat tidak tahu untuk apa, ini asing untuk dokter-
dokter di sini, belum ada izin, ini masih ilegal. Belum dilakukan uji lab, ini kandungan dan apa manfaatnya belum jelas. Kebanyakan ini bentuk herbal," kata Kapolres
Jakbar Kombes Fadil Imran.
4. Kejahatan Terorganisir
Tersangka
|
"Ini (Klinik Pratama Metropole) sebuah kejahatan terorganisir dengan baik, kami ingin mendalaminya dengan lebih fokus dan tajam," kata Kapolres Metro Jakarta Barat
Kombes Fadil Imran.
Fadil menjelaskan, terorganisir yang ia maksudkan yakni adanya pembagian tugas dalam menjalankan Klinik Pratama Metropole. Dalam pelaksanaan pembagian tugas juga ada pembagian peran dan kewenangan.
"Tersangka LRD sebagai pemilik, Dr ERM sebagai direktur dan dokter, serta JP mengurus administrasi di klinik. Tenaga medis hampir semuanya dari orang asing yaitu Dr Song, Dr Shen, Dr Li," ujarnya.
Lanjutnya, terkait informasi adanya tenaga kerja asing hingga kini polisi masih mendalami keberadaannya. "Untuk proses penyidikan ini tim penyidik Polres Jakarta Barat berkoordinasi dan kerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Majelis Kehormatan kedokteran Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Sudin kesehatan pemerintah Jakarta Barat," jelasnya.
"Diharapkan dengan kerja sama ini, kasus ini bisa komprehensif, penanganan korban bisa maksimal. Untuk hal lain dengan pihak imigrasi sudah kita jalankan terkait WNA yang berperan sebagai dokter," tambahnya.
5. Omzet Rp 3 M Sebulan
|
"Pendapatan Klinik Metropole kurang lebih sekitar Rp 3 miliar per bulannya," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat AKBP Hengki Haryadi di kantornya, Sabtu (4/10/2014).
Hengki menjelaskan Klinik Metropole telah beroperasi sejak 10 bulan yang lalu. "Dari barang bukti ditemukan di
TKP menunjukkan bahwa klinik Metropole telah beroperasi yaitu sejak bulan November 2013 sampai Agustus 2013," ucapnya.
Menurutnya, Klinik Metropole selalu melakukan pendekatan ekstra untuk meyakinkan korbannya agar mau memeriksakan penyakitnya. Alhasil, tanpa disadari korban terbujuk rayuan tersangka dan tertipu.
"Korban selalu dibujuk dan dipepet agar mau berobat di Klinik Metropole. Atas tindakannya tersebut, tersangka dijerat hukuman 15 tahun penjara. Hukuman ini untuk memberikan efek jera agar tidak terulang lagi kasus seperti ini," jelasnya.
Lanjutnya, untuk menyelesaikan kasus ini, Hengki mengungkapkan kepolisian menggunakan prinsip kesinambungan. "Sekarang terkait perizinan, penyedia sarana farmasi, unsur penipuan, dan kita juga akan buktikan dokternya asli atau palsu," ungkapnya.