Dedi pulang tak banyak membawa barang bawaan layaknya penumpang lain. Hanya sebuah tas warna hitam yang terpasang dipunggungnya. Sejumlah keluarga Dedi yang sudah menunggu di pintu kedatangan, menyambutnya dengan tangis haru. Mata Dedi sembab. Ia kemudian lebih memilih menundukkan kepala saat bertemu orang lain.
Kepulangan Dedi bukan dari perantauan mencari nafkah di luar negeri. Ia kembali ke tanah kelahiran setelah menjalani hukuman selama dua tahun di sebuah penjara di India. Dedi bersama empat rekannya dituduh mencuri ikan di perairan India pada September 2012 silam. Padahal waktu itu Kapal Motor (KM) Aneuk Rahmad yang ditumpanginya diterjang badai dan hujan lebat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Minggu 31 Agustus 2012 merupakan hari yang tak akan pernah dilupakan Dedi. Hari itu, ia bersama empat rekannya sedang mencari ikan di perbatasan laut Indonesia dengan laut Andaman dan Nikobar. Mesin kapal motor yang digunakan Dedi dalam keadaan bagus dan cuaca pun awalnya sangat bagus.
Saat perjalanan mereka sejauh 120 mil dari Sabang, cuaca tiba-tiba berubah. Angin kencang, hujan lebat, dan gelombang tinggi menghantam mereka. Kapal motor mereka yang berukuran enam Gross Ton (GT) tak dapat berjalan lagi karena sudah berlawanan arus. Mereka terjebak di tengah-tengah badai selama tiga hari.
Kala cuaca mulai normal, mereka berniat balik ke Banda Aceh. Tapi belum jauh mereka berjalan dari posisi semula, sebuah pesawat kecil sudah berada tepat di atas kepala lima orang ini. Dedi bersama empat rekannya terus memacu boat menghindar dari kejaran pesawat.
"Tak lama setelah datang pesawat, tiba-tiba kapal patroli sudah berada di dekat kami," jelasnya.
Dedi yang bertindak sebagai kapten boat langsung mengangkat kedua tangan tanda menyerah ketika melihat kapal patroli mendekat. Tanpa mereka sadari, posisi boat waktu itu berada di Perairan India. Kelimanya tak dapat berkutik saat dituduh melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan India.
"Waktu itu kami belum berhasil menangkap ikan. Di boat belum ada ikan. Kami ditangkap jam 16.00 WIB sore," ungkap Dedi.
Usai ditangkap, kelimanya dibawa ke suatu tempat di wilayah Andaman. Di sana mereka diperiksa dan mengikuti persidangan. Persidangan yang mereka ikuti bukan sekali atau dua kali tapi 15 hari sekali selama 1,5 tahun. Setelah pihak Kedutaan Besar RI di India datang, baru ada kejelasan mengenai hukuman mereka.
Dalam setiap persidangan, mereka dituntut hukuman selama tujuh tahun penjara. Namun setelah dilakukan pertimbangan dan advokasi dari KBRI di sana, pengadilan memutuskan menghukum mereka selama dua tahun dan denda. Dendapun bervariasi, untuk nahkoda kapal dikenakan denda sebesar 12.000 rupees dan empat anak buah kapal sebesar 10.000 rupees.
"Kalau denda ini tidak dibayar, kami kemungkinan belum bebas," kata Dedi.
Dedi bersama empat temannya memang sudah sering mencari ikan di wilayah perbatasan laut Indonesia dengan Kepulauan Andaman. Untuk sekali melaut, mereka kadang sampai 15 hingga 20 hari. Setelah itu, kembali ke Pelabuhan Ikan Lampulo, Banda Aceh.
Komunikasi terakhir Dedi dengan keluarganya beberapa saat sebelum ia berangkat melaut. Selama berada di tengah samudra luas, Dedi tak dapat berkomunikasi dengan keluarga di daratan. Biasanya keluarga baru mengetahui keadaan Dedi kala ia sudah kembali ke pelabuhan.
"Di sana kan tidak ada sinyal HP, kami tidak dapat berkomunikasi dengannya selama pergi melaut," kata Istri Dedi, Evawati (30) sambil menahan tangis.
Kabar penangkapan suaminya baru diketahui Eva sesudah membaca sebuah surat kabar lokal yang menyebutkan lima nelayan Aceh ditangkap. Sebelumnya, ia hanya berdoa dan mencari tahu tentang keberadaan suaminya ke Panglima Laot Aceh setelah mereka tidak kunjung pulang.
"Panglima laot membenarkan mereka sudah ditangkap," jelasnya.
Pihak keluarga baru mengetahui vonis kelima nelayan ini tiga bulan pasca ditangkap. Saat Dedi ditangkap, anak laki-laki mereka paling kecil masih berusia sekitar satu tahun. "Sekarang dia sudah tiga tahun," ungkap Eva sembari menunjuk buah hatinya di dalam gendongan.
Selama mendekam di balik jeruji besi, petugas di sana memperlakukan kelimanya dengan baik. Tak ada kekerasan yang mereka terima. "Dari ditangkap sampai lepas kami diperlakukan dengan baik," kata Azhari, seorang nelayan lain.
Ditangkapnya lima nelayan ini pada 2012 silam membuat banyak pihak mencari cara membebaskan mereka. Para nelayan mendesak melalui Panglima Laot dan Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan dibantu Kementerian Kelauatan dan Perikanan terus melakukan advokasi terhadap mereka. Jika uang denda yang diputuskan pengadilan tak ada yang membayar, hukuman kelimanya ditambah selama empat tahun lagi.
"Waktu kalian ditangkap, banyak pihak yang susah terutama keluarga, para nelayan dan pemerintah," kata Panglima Laot Aceh, T Bustamam.
Bustamam mengingatkan para nelayan yang sudah kembali ke tanah Rencong agar tidak mengulangi kejadian serupa. Mereka diminta untuk mencari ikan diperairan Indonesia saja dan tidak melewati perairan India. Menurut Bustamam, sumber kehidupan nelayan Aceh bukan hanya di Laut India.
"Di laut kita juga banyak ikan. Tidak harus ke perairan India," jelas Bustamam.
Kasus penangkapan nelayan di luar negeri bukan baru ini saja terjadi. Sejak 2011 hingga sekarang, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memulangkan sebanyak 618 nelayan yang bermasalah di luar negeri. Seperti dari Malaysia 310 orang, Australia 250 orang, Rep. Palau 20 orang, Papua Nugini 14 orang, Timor Leste 14 orang dan India 10 orang.
Kelima nelayan yang tiba di Banda Aceh kemarin sore dipulangkan setelah masa tahanan mereka habis. Mereka dilepas pada 23 Septemter 2014 dan baru kemudian dipulangkan ke Aceh. Kelima nelayan ini adalah Dedi Suhedi (35), Nurwan (56), Azhari (28), Harmi (26), dan Rahman (30). Mereka semua warga Banda Aceh.
Meski sudah pernah mendekam di balik jeruji besi, semangat mereka melaut belum sepenuhnya padam. Walaupun tidak langsung melaut kembali setelah menghirup udara bebas, tapi kelimanya masih punya keinginan untuk mencari ikan di tengah samudra luas.
"Nanti kita liat dulu. Kalau melaut paling pakai boat kecil saja," tutup Dedi.
(try/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini