"Makanya apabila ada kasus pidana anak maka harus diterapkan UU SPPA," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma kepada detikcom, Kamis (28/8/2014).
Ketiga anak itu menangkap bebek tetangganya saat mandi di sungai pada Desember 2013. Lalu bebek itu dibakar dan dimakan ramai-ramai. Ketiganya divonis 2,5 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Purbalingga dengan hakim tunggal Ivonne Tiurma Rismauli pada 11 Februari 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, baru Mahkamah Agung (MA) yang membuat aturan pelaksanakanya lewat Peraturan MA (Perma) Nomor 4/2014. Adapun aparat penegak hukum lain belum membuat petunjuk pelaksanaan atas UU SPPA itu.
"Soal teknisnya lebih baik diserahkan dulu kepada institusi terkait sampai keluarnya Peraturan Pemerinitah (PP) yang dikeluarkan presiden," ujar Alvon.
Dalam kasus bebek, hakim tunggal Ivonne Tiurma Rismauli mengesampingkan seluruh argumen Balai Kemasyarakatan (Bapas) Purwokerto yang menyarankan ketiganya untuk dilakukan tindakan dikembalikan ke orang tua masing-masing. Menurut Bapas, usia para terdakwa masih muda yang labil. Tujuan terdakwa mencuri bebek untuk makan bersama-sama, bukan untuk diperjualbelikan.
Pasal yang menjerat ketiga anak dari Purbalingga itu adalah pasal 363 ayat 1 kesatu dengan ancaman maksiamal 7 tahun penjara. Sehingga apabila dihubungkan dengan UU SPPA, maka hukuman 2,5 bulan penjara sangat disayangkan.
"Dia tidak bisa dihukum, paling banter dikembalikan ke orang tua," ujar Alvon.
(asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini