"Ananda maafkan bunda. Karena bunda, Ananda menerima sanksi sosial dari teman dan masyarakat sehingga harus berhenti sekolah. Ananda harus menurut dengan kakak-kakak, karena bunda tidak bisa membimbing Ananda. Dan papa juga sudah tidak ada," kata Atut menangis membacakan pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Atut menyebut dirinya hanya menjadi korban dari perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan orang lain. "Saya menjadi korban dari hal tersebut, saya dan adik saya menjadi korban dari tipu muslihat Akil, Susi, dan Amir, di nama mana saya telah diperjualbelikan mereka," sambung Atut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sangat terkejut dan shock dengan permohonan tuntutan oleh jaksa penuntut umum yang demikian tinggi terhadp saya yaitu 10 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta rupiah," tutur dia.
Atut juga keberatan dengan tuntutan pidana tambahan yakni pencabutan hak politik. "Yang lebih menyakitkan yaitu dicabutnya hak saya untuk memilih dan dipilih," sambungnya.
Bagi Atut, tuntutan jaksa KPK tidak adil sebab mengesampingkan fakta persidangan. "Tuntutan jaksa penuntut umum tidak sesuai dengan keterangan saksi-saksi fakta-fakta dalam persidangan yang menunjukan perbuatan atau keterkaitan saya dengan tuduhan yang dituduhkan kepada saya," sambungnya.
Ratu Atut dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan. Jaksa KPK menilai Ratu Atut terbukti menyuap Akil Mochtar saat menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penanganan sengketa hasil Pilkada Lebak, Banten.
Ratu Atut dinilai jaksa terbukti bersama-sama Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memberi duit Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan calon bupati/wabup Amir-Hamzah-Kasmin terkait Pilkada Lebak tahun 2013.
(fdn/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini