Sesuai UU Pelayaran, Pelindo II bertugas sebagai otoritas Pelabuhan Tanjung Priok. Namun di lapangan, Pelindo II kerap dijerat UU Anti Monopoli oleh perusahan bongkar muat. Lalu bagaimana penegakan hukum persaingan usaha di pelabuhan terbesar di Indonesia itu?
Seorang pegawai Pelindo II menyampaikan keluh kesahnya terkait tudingan monopoli dari perusahaan bongkar muat.
"βTerlalu mudah orang membuat perusahaan bongkar muat, akhirnya banyak yang merecoki kita. Kami di Pelindo juga kadang berpikir, perusahaan bongkar muat membuat aturan dan penyewa melaksanakan itu. Tapi ketika Pelindo yang membuat aturan, mereka menentang dengan alasan pelabuhan milik umum," ujar pegawai BUMN itu dalam seminar 'Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Industri Pelabuhan' yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini (BUMN pengelola pelabuhan) harus dikecualikan dari UU Anti Monopoli karena biaya yang dikeluarkan besar. Kalau swasta ikut, belum tentu efisien. Jadi menurut saya harus dikecualikan," kata Erman.
Sang profesor hukum itu menambahkan, fasilitas bongkar muat memerlukan biaya besar untuk optimalisasi efisiensi ekonomi seperti kelancaran distribusi. Sehingga Erman melihat peran Pelindo bukan hanya berdasarkan UU Pelayaran dan BUMN, tapi juga modal negara yang dikucurkan sangat besar.
"UU Anti Monopoli ini dibuat saat reformasi, tapi kita tidak tahu monopoli itu seperti apa saat itu. UU itu tidak dibuat sesempurna mungkin. Saya beranggapan, sudah 15 tahun UU ini harus ditinjau kembali," kata Erman.
Solusi ke depan, menurut Erman, ada pada pemerintahan dan para anggota dewan yang baru untuk mereview UU Anti Monopoli yang dinilai sudah kadaluarsa itu. Sehingga peran negara dalam pembangunan industri pelabuhan bisa optimal melalui BUMN tidak liberal dan bebas tanpa aturan.
"βSaya berpikir pemerintahan yang baru untuk meninjau kembali UU Anti Monopoli. Karena ini dibuat terburu-buru waktu reformasi," ujar Erman.
Jeratan hukum ke Pelindo kebanyakan terkait perkara monopoli, penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan PT JICT dan Pelindo II. Sementara perkara hukum lainnya yang ditangani oleh βKomisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) hingga ke ranah pidana.
βMahkamah Agung (MA) pun pernah menangani perkara monopoli di Pelabuhan Tanjung Priok. MA menilai BUMN yang dibentuk pemerintah berhak menjalankan monopoli pemerintah, jadi bukan badan hukum yang hanya ikut disertakan dalam penyelenggara pelabuhan.
"Kalau tidak keberatan, KPPU pakai saksi ahli lah. Kasus demi kasus, saya pikir dari beberapa kali saya ke MA, kalau tidak puas dengan KPPU bisa ke pengadilan, " pungkas Erman.
(vid/asp)