Troli di Bandara Internasional Soekarno-Hatta sungguh mengusik kebanggaan sebagai bangsa Indonesia: selain tidak nyaman, juga tidak aman.
Untuk bandara terdepan Indonesia, wajah dan pintu gerbang utama Indonesia, troli-troli ini seharusnya sudah tidak boleh ada, dihapusbukukan (write-off) dari daftar inventaris, diremajakan dengan yang lebih layak dan memenuhi persyaratan.
Perhatikan konstruksi troli-troli di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, setidaknya temuan detikcom di terminal kedatangan 2D, sebelum meneruskan penerbangan ke Surabaya, Rabu (6 Agustus 2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya para penumpang terpaksa harus menggunakan tubuhnya untuk mengerem, mengerahkan tenaga bertumpu pada pinggang, lengan dan kaki, bahkan untuk bidang datar di dalam ruangan bandara demi menghindari menabrak kaki orang di depan.
Dengan kondisi seperti itu acapkali troli juga meluncur pada bidang miring di pedestrian karena tenaga penumpang gagal menahan atau memberi reaksi sekian Newton dari tenaga troli.
Jika satu troli untuk mengangkut beban dua koper (60kg), kemudian dari pedestrian menuju area parkir ada kemiringan bidang 30 derajat, maka dengan nilai konstata G = 9,81 m/s2 penumpang perlu mengerahkan tenaga untuk memberi reaksi pada troli sebesar 684 Newton.
Jika tenaga reaksi penumpang sama besar dengan tenaga aksi troli, baru troli akan berhenti. Jika tidak, mungkin karena penumpang kelelahan atau tidak sigap, maka troli akan meluncur.
Akibatnya kecelakaan kecil koper tumpah dari troli menjadi pemandangan biasa dan memang telah terlanjur dianggap biasa. Cedera fisik berupa keluhan sakit punggung, sakit pada sendi bahu dan semacamnya kurang menjadi isu, karena tidak bisa langsung terlihat, tapi hanya bisa dirasakan dan dibawa pulang oleh penumpang ke rumah.
Sebabnya, karena besaran gaya 684 Newton tersebut lebih dari dua kali kapasitas tenaga dorong, tarik, atau angkat oleh manusia, yang menurut lembaga Arbo di Belanda ditetapkan besarnya maksimal 30kg atau setara 300 Newton.
Besaran 300 Newton itu ambang batas maksimal untuk dorong, tarik atau angkat insidental. Untuk situasi terus-menerus berlaku ambang batas maksimal 20kg atau 200 Newton! Jika troli ada remnya, beban sekaligus risiko cedera pada penumpang bisa diminimalisir.
Selama bertahun-tahun troli-troli ini terus dibiarkan tanpa rem dapat dibaca sebagai ketidakpedulian pada kenyamanan penumpang dan suatu bentuk kelalaian untuk sebuah bandara utama seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Masa troli-troli bandara utama republik ini kalah jauh dari bandara Oujda, sebuah bandara kecil di Marokko? Apalagi jika dibandingkan dengan bandara-bandara internasional lainnya seperti Changi, Kuala Lumpur atau Schiphol.
Bahkan tak perlu jauh-jauh, troli di bandara Juanda, Surabaya, seperti pengalaman detikcom, Rabu (6 Agustus 2014) malam, ternyata lebih memenuhi tuntutan kenyamanan dan keselamatan.
Troli-troli di bandara tersebut nyaman digunakan dan dilengkapi rem. Saat berjalan (didorong), tuas rem berbentuk stang itu kita pegang dengan cara menekan ke bawah bersamaan dengan pegangan troli.
Seketika stang ditekan ke bawah, seketika itu pula tuas rem terangkat, rem tidak aktif, troli bisa didorong. Sebaliknya ketika stang dilepaskan, tuas rem akan turun mengunci roda-roda troli. Rem akan berada dalam posisi aktif. Troli akan berhenti.
Jika penumpang di depan kita berhenti mendadak, dalam fraksi sekian detik kita bisa dengan refleks bereaksi cukup dengan melepaskan stang, troli seketika akan berhenti. Mekanisme troli-troli di bandara Juanda ini sama dengan troli-troli di Schiphol maupun Changi.
Dengan pemasukan dari para penumpang yang tidak kecil, antara lain airport tax dan sumber-sumber eksploitasi bandara lainnya, sudah sewajarnya jika troli-troli Bandara Internasional Soekarno-Hatta ditempatkan dalam prioritas tinggi, sangat mendesak, untuk diganti.
Pertama, karena sudah sepantasnya Bandara Soetta memberi kenyamanan kepada para pengguna jasa. Kedua, sebagai bandara internasional dan bandara utama negara, bandara Soetta harus malu pada bandara internasional lainnya. Ketiga, teknologi troli sebenarnya sangat sederhana. Keempat, karena terbukti bandara Juanda pun bisa.
Apresiasi
Beberapa perbaikan pelayanan yang telah dilakukan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, baik oleh manajemen AP II maupun imigrasi, tentu patut untuk diapresiasi.
Misalnya, pelayanan check-in imigrasi rata-rata mencapai kecepatan 30 detik per orang, seperti terlihat pada kedatangan saya, Rabu (6 Agustus 2014).
Pada Mei 2009, saya masih menemukan ada sesuatu yang seharusnya mendesak untuk diperbaiki Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta Aduh Mak dan Selamat Datang di Negeri Johnnie Walker.
Tapi pada 2010 petugas imigrasi di front desk sudah berubah total: pelayanannya cepat, ramah, dan muda-muda, didukung perangkat lunak dan perangkat keras yang memadai. Pihak manajemen AP II juga sudah mengoreksi pesan dominan Oom Johnnie.
Sekarang mari kita menunggu manajemen AP II apakah masih mau terus mempertahankan troli-troli jauh dari layak itu atau menggantinya segera: demi kenyamanan dan keamanan penumpang dan demi citra yang lebih baik.
(es/es)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini