Imigrasi Bandara Soekarno Hatta, Aduh Mak!

Catatan dari Jakarta

Imigrasi Bandara Soekarno Hatta, Aduh Mak!

- detikNews
Senin, 11 Mei 2009 14:33 WIB
Den Haag-Jakarta - Sistem imigrasi Bandara Soekarno Hatta agaknya (sudah) tidak memadai lagi. Kapan saya masuk dan keluar Indonesia tak bisa langsung dilacak. Bagaimana seandainya saya ini teroris?

Sore, 23 April, saya mendarat dengan pesawat Singapore Airlines (SQ) dari Amsterdam. Begitu kaki menjejak mulut gardabrata, kegerahan hawa tropik khas Jakarta segera menyambut.

Namun kegerahan itu tak seberapa dibandingkan dengan jeratan antrean menjelang check point imigrasi. Antrean mengular, sementara pelayanan terlihat sangat lamban. Sebuah reputasi yang sudah sangat sohor di kalangan pelancong. "Pelan-pelan saja," demikian orang Belanda biasa mengolok pemandangan yang sepertinya sudah standar ini.Β 
Β 
Sambil menunggu giliran, otak saya bereaksi cepat merangkai hipotesa dan berusaha mencari tahu mengapa pemandangan khas Bandara Soekarno Hatta ini masih terus terjadi. Mungkin biang masalah ada pada sistem, sumber daya manusia, kultur atau kombinasi ketiganya.Β 

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang terakhir di depan saya sudah berlalu. Kini tiba giliran saya. Paspor saya serahkan.
Β 
"Paspor lamanya mana, Pak?" tanya petugas imigrasi tiba-tiba. Saya terhenyak, antara percaya dan tidak percaya.

"Bukankah paspor adalah dokumen milik negara?" saya balik bertanya, seraya menjelaskan dengan hati-hati bahwa paspor lama sudah digunting oleh Imigrasi KBRI Den Haag pada saat perpanjangan.

Saya merasa dialog ini sebuah kekonyolan. Seharusnya ini tidak perlu terjadi, karena hanya akan mengesankan bahwa dia tidak menguasai bidang tugasnya. Bukankah juga tidak mungkin untuk melakukan perjalanan seorang warga negara harus menenteng paspor-paspor lamanya yang sudah kadaluarsa?

Sementara antrean makin memanjang, petugas ganti menanyakan mana slip kedatangan, yang merupakan sobekan dari slip keberangkatan saya keluar dari Indonesia tahun sebelumnya.

"Anda pasti bisa mengecek dalam sistem kapan saya datang dan kapan saya pergi meninggalkan Indonesia," pancing saya. Saya ingin menguji apa yang akan terjadi jika slip kedatangan sengaja disimpan di saku.

Di luar dugaan petugas menjawab, "Tanpa slip itu mana bisa saya melihat kedatangan dan kepergian Bapak tahun sebelumnya? Silakan mengisi kembali slip kedatangan," ujarnya.

Saya patuh mengisi kembali slip kedatangan. Saat saya dilayani di desk, saya memperhatikan bahwa sistem imigrasi Bandara Soekarno Hatta memang agaknya (sudah) tidak memadai. Petugas terlihat mengetikkan data saya, meliputi nama depan, nama famili, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor paspor, tanggal kedatangan, dan seterusnya.

Padahal saya sudah 14 kali keluar masuk Indonesia. Ketika saya berangkat meninggalkan tanah air (3/5/2009), petugas pun kembali mengetikkan seluruh data saya di atas, seolah-olah saya belum pernah melewati pintu imigrasi di bandara utama kebanggaan nasional kita itu. Pantas saja pelayanan begitu lamban dan lama!

Seharusnya sistem bisa memungkinkan memanggil data saya. Jika match, maka petugas cukup memasukkan tanggal kedatangan atau keberangkatan. Cepat dan efisien. Hanya perlu waktu sekitar 30 detik, sebagaimana norma standar di Schiphol dan bandara di UE lainnya. Atau jika saya ini dicekal, masuk daftar pencarian orang (DPO), semua data sudah bisa terpampang di layar dan bisa langsung diambil tindakan.

Dengan temuan itu saya langsung membayangkan, seandainya saya ini musuh negara betapa enaknya keluar masuk Indonesia. Saya juga mulai mafhum (mudah-mudahan saya keliru), mengapa para koruptor kakap yang sudah dicekal masih bisa lolos melenggang kabur dari Indonesia.

Depkumham c.q Ditjen Imigrasi perlu segera mendisain ulang software/sistem keimigrasian di seluruh bandara dan pelabuhan yang mereka miliki. Buka tender. Putera-puteri bangsa banyak yang mampu merancang sistem yang lebih baik.

Saya berharap kalau tahun depan kembali berlibur sistem sudah berganti dengan lebih memadai. Pemandangan lelet di bandara Soekarno-Hatta juga lenyap, berganti dengan pelayanan cepat dan efisien, minimal mendekati Changi. Jangan terus-menerus seperti bandara Mali (Afrika). (es/es)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads