Jarum jam menunjukkan pukul 08.50 WITA, Rabu (4/6/2014). Detikcom mencoba menemui mereka yang terlihat hanya diam termenung seolah tidak percaya kejadian yang mereka alami di pagi kemarin. Sesekali mereka terlihat mencoba berbincang sesama pekerja sambil menerima panggilan telepon selular yang tidak pernah lepas dari genggaman mereka.
Doni, pekerja asal Tulungagung adalah pekerja paling muda. Usianya baru menginjak 16 tahun dan baru 2 bulan terakhir bekerja sebagai tukang bangunan. Dia mencoba berbagi cerita tentang apa yang dialaminya pasca ruko ambruk.
"Kejadiannya sangat cepat. Bahkan mungkin tidak sampai 2 menit bangunan ini ambruk tiba-tiba," kata Doni sambil sesekali menatap kosong seolah terus mengingat kejadian nahas itu.
Sebelum kejadian, rasa lelahnya begitu memuncak. Sejak malam sebelum kejadian, dia bekerja lembur mengecor lantai 3 bersama puluhan pekerja lainnya. Saat itu, dia bersama rekan-rekan lainnya begitu bersemangat mengerjakan pengecoran lantai.
"Saya selesai ngecor jam 5 pagi, pulang istirahat di bangunan ruko sebelahnya. Belum sempat tidur, sekitar jam 6.30 tiba-tiba ruko yang saya kerjakan itu ambruk. Bruukkk!!" ujar Doni.
Seketika itu pula Doni bertanya-tanya, bagaimana nasib teman-temannya yang tertimpa bangunan? Apakah mereka baik-baik saja atau sebaliknya?
"Saya dengar teriakan meminta tolong dari bawah reruntuhan. Saya masih ingat jelas suara minta tolong itu tapi saya tidak tahu siapa," terang Doni yang hanya lulus pendidikan SMP tahun 2012 lalu itu.
Doni terus mencoba mengingat-ingat beberapa waktu sebelum kejadian nahas. Dia sendiri mengaku datang bekerja bangunan di Samarinda adalah kali pertama tiba di Kalimantan lantaran diajak sang kakak untuk mengadu nasib sebagai buruh bangunan. Namun demikian, sejak awal dia bekerja, bangunan ruko yang tengah dikerjakannya bukan tanpa keganjilan. Keganjilan itu yang kini membuatnya terus trauma.
"Bangunan lantai 3 kok pilarnya kecil terus ada tulangan yang keluar dari coran beton. Seperti pilar yang rapuh. Rencananya kan di lantai 4 sebagai atap dak. Tapi saya tidak berpikir sejauh itu (akan ambruk)," kenang Doni yang pernah bekerja di toko di Tulungagung.
"Yang aneh lagi waktu saya ikut cor lantai 3 kok lantai 3 tempat saya berdiri seperti goyang-goyang, seperti tidak kokoh. Ada rasa penasaran saya tapi ya itu tadi tidak menyangka seperti ini (ambruk)," akunya.
Kini dia hanya bisa meratapi dan terus mengenang kejadian maut itu. Sesekali menerima panggilan telepon selular yang digenggamnya, Doni bersama 7 orang rekannya asal Tulungagung berencana pulang ke kampung halamannya.
"Mau pulang aja mas. Mau bagaimana lagi, namanya cari uang di sini, kejadiannya seperti ini. Trauma mas," ungkap dia.
Di sisi lain, ada pemandangan berbeda para pekerja sejak malam tadi. Lengan kiri mereka mengenakan pita berwarna merah. Doni pun bercerita tentang pita merah yang dia kenakan bersama dengan teman-teman pekerja lainnya.
"Sebagai penanda kita pekerja bangunan ini mas. Kami juga berduka dengan kejadian ini terutama teman-teman yang belum ditemukan di dalam reruntuhan," ujar Doni sesekali memandang kosong ke arah reruntuhan bangunan.
(try/try)