Ini Dasar Hukum Membui Pemerkosa Anak, Meski Korban yang Minta Disetubuhi

Ini Dasar Hukum Membui Pemerkosa Anak, Meski Korban yang Minta Disetubuhi

- detikNews
Senin, 02 Jun 2014 09:17 WIB
ilustrasi (rachman/detikcom)
Jakarta - Spd (24) tetap dihukum 2 tahun penjara karena memperkosa anak di bawah umur. Meski persetubuhan itu diminta oleh korban sendiri. Apa dasar hukumnya?

Sepintas, kasus tersebut tidak memenuhi Pasal 81 ayat 2 UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Sebab pasal tersebut menyaratkan pelaku dihukum apabila ada unsur tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Namun majelis hakim yang terdiri dari Deka Rachman sebagai ketua dengan Isdaryanto dan Yukla Yushi sebagai anggota tetap memenjarakan Spd. Pertimbangannya yaitu Spd sudah dewasa sehingga bisa menolak ajakan korban. Lantas apa dasar hukum memenjarakan Spd?

Berikut dasar hukum putusan Pengadilan Negeri (PN) Sumenep untuk menyimpangi Pasal 81 ayat 2 UU Perlindungan Anak seperti dikutip detikcom, Senin (2/6/2014):

1. Pasal 10 ayat 1 UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili,dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

2. Pasal 5 UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

3. Doktrin hukum dari John Z Loude yang menyatakan penemuan hukum adalah bukan merupakan proses yang logis belaka melalui subsumsi dari fakta pada ketentuan UU akan tetapi adalah juga penilaian dari fakta untuk kemudian menemukan hukumnya. UU itu tidak selalu jelas, tidak selalu lengkap sedangkan fakta yang diajukan memerlukan penyelesaian menurut hukum. Jika interpretasi penerapan UU baik secara ekstensif maupun secara restriktif tidak mampu memberikan suatu penyelesaian maka untuk menemukan hukumnya fakta lah yang harus dinilai.

4. Doktrin hukum dari Sudikno yang Mertokusumo menyatakan pada dasarnya penemuan hukum muncul sebagai akibat tidak lengkapnya atau tidak jelasnya peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada, sehingga untuk memutus suatu perkara maka hakim harus melakukan kreasi aktifnya guna menemukan solusi hukum. Kreasi aktif dalam bentuk penemuan hukum ini perlu dilakukan oleh hakim karena hakim bukan hanya tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan tidak ada atau kurang jelas dasar hukumnya, tetapi juga tidak boleh memutus suatu perkara dengan alasan yang sama, hakim dianggap mengetahui hukumnya (ius curia novit) artinya melalui penemuan hukum itu hakim mengisi kekosongan hukum.

5. Doktrin hukum dari GJ Wiarda yang menyatakan tugas hakim tidak hanya menerapkan UU tetapi berdasarkan azas-azas yang dirumuskan oleh pembentuk UU menerapkannya pada perbuatan faktual.

6. Doktrin hukum dari JJH Bruggink yang menyatakan salah satu bentuk penemuan hukum (rechtvinding) adalah penalaran hukum sebagai metode kontruksi hukum argumentum a contrario.

7. Norma hukum yang berasal hukum tidak tertulis a quo tidak pula bertentangan dengan telaah filosofis azas legalitas yang pada hakikatnya melindungi warga negara dari kesewang-wenangan penguasa dalam menegakkan hukum publik oleh karena norma hukum a quo seharusnya ada karena mengandung makna terdalam (grondbegrippen) dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

"Bahwa atas pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, majelis hakim menyatakan Terdakwa bersalah," putus Deka dkk dalam sidang terbuka pada 28 Mei lalu.

Pemerkosaan itu terjadi pada 2013 silam. Korban meminta Spd untuk menyetubuhi dirinya di sebuah pematang sawah di Sumenep. Awalnya Spd menolak tetapi korban terus memaksa hingga terjadilah persetubuhan itu.

"Terimakasih Kak, saya tidak menyesal karena saya mencintai Kakak," kata korban sesaat setelah bersetubuh.


(asp/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads