Meski Golkar mendulang suara sekitar 14 persen pada penghitungan sementara pemilu legislatif, bukan berarti bisa santai-santai. Apalagi di tubuh partai berlambang beringin selama ini diketahui ada riak atas pencapresan Ketum Golkar Aburizal Bakrie (Ical).
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengingatkan kalau internal Golkar tidak solid dalam mendukung pencapresan Ical maka akan menyulitkan Golkar juga untuk mencari teman koalisi. "Partai lain kan akan melihat hal itu," kata Syamsuddin kepada detikcom, Senin (28/4/2014).
Senada dengan Syamsuddin, pengamat politik LIPI lainnya Siti Zuhro juga tak menepis kemungkinan Golkar akan bisa kesulitan dalam berkoalisi. "Bisa saja Golkar ingin membentuk suatu koalisi besar tapi sejauh ini kan kalau kita amati belum ada yang tertarik untuk gabung," kata Siti saat dihubungi detikcom, Selasa (29/4/2014).
Siti mencontohkan Partai Hanura yang sebelumnya sudah "mesra" dengan Golkar namun kini justru mengarah ke Gerindra. "Politik itu moody, itu yang mesti diamati dalam koalisi belakangan ini," ujar Siti.
Sebenarnya, Siti meneruskan, Golkar yang punya suara cukup besar di pileg bisa saja tetap mengincar posisi capres atau cawapres. "Apalagi Golkar punya segala cara," tutur Siti.
Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar Hajriyanto Y. Thohari mengakui bahwa yang terpenting saat ini yaitu bagaimana Golkar bisa mendapat mitra koalisi minimal dua partai agar bisa memajukan Ical ke ajang pilpres. "Golkar dan semua partai kan tidak ada yang bisa mengajukan cawapresnya sendiri karena tidak ada yang dapat suara 20 persen di pileg," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini kepada detikcom kemarin.
(brn/erd)