"Saya transfer tanggal kalau tidak salah 18 Juli 2012 ke CV Ratu Samagat, sebesar Rp 1 miliar," ujar Syamsul dalam persidangan di pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (3/4/2014).
Menurut Syamsul dia terpaksa mentransfer uang ke perusahaan milik Akil, CV Ratu Samagat. Syamsul takut akan dibatalkan sebagai bupati Buton terpilih karena saat itu perkara sengketa Pilkada Buton sedang bergulir di MK.
Awalnya, Bupati Buton itu mengaku ditemui seseorang bernama Arbab Paproeka yang mengaku sebagai pengacara. Arbab yang juga mengaku mengenal dekat dengan Akil Mochtar meminta uang Rp 6 miliar kepada Syamsul jika ingin dimenangkan.
"Arbab kemudian mengatakan, Pak Akil minta Rp 6 miliar agar tidak dianulir. Tapi saya tidak punya uang. Saya katakan putusan itu sudah final dan tidak ada hal seperti itu, tapi Arbab masih minta," jelasnya.
Selanjutnya, pada suatu malam, Arbab mengajak Syamsul ke Hotel Borobudur. Kala itu dia dipertemukan dengan Akil yang saat itu sedang ada acara dengan beberapa orang termasuk pengusaha Tomy Winata.
Setelah pertemuan itulah Syamsul mulai merasa tertekan. Akhirnya dia mengirim uang ke CV Ratu Samagat, namun hanya Rp 1 miliar, bukan Rp 6 miliar seperti yang diminta.
Putusan pun dikeluarkan MK dan Syamsul Umar ditetapkan sebagai Bupati Buton terpilih. Akil Mochtar mulai meneror Syamsul untuk meminta kekurangan uang Rp 5 miliar yang semula diminta.
"Setelah satu minggu putusan di MK dibacakan, saya terima sms, 'kapan anda akan selesaikan sisanya, kalau anda tidak selesaikan maka tidak ada jaminan. Anda akan ketemu saya di sini. SMS itu dikirim Akil Mochtar," terang Samsyul.
(kha/ndr)