Tak pelak gagasan itu membuatnya banyak dikritik, terutama oleh berbagai organisasi berlatar agama. “Kita susah ambil pilihan dalam hal ini, di satu pihak kalau kita katakan ada lokalisasi, semua orang marah sama kita, seolah kita melegalkan prostitusi,” kata Ahok kepada detikcom ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (18/12).
“Tapi kalau tidak ada lokalisasi dan tersebar seperti sekarang, penyebaran HIV/AIDS begitu meningkat,” Ahok meneruskan. Prostitusi, tegas Ahok, sulit diberantas sebab masalah ini terbilang klasik, yang selalu ada dalam kehidupan manusia, bahkan sejak zaman nabi hingga kini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Soalnya, kita berantas semua pun, memangnya (dijamin) tidak ada pelacur kelas tinggi di hotel berbintang dan apartemen yang sekali berapa puluh juta? Jadi kita terjebak kemunafikan pada hal-hal gitu. Kenapa sih harus kita jadikan polemik,” ujar Ahok menguraikan.
“Di Jerman, negara yang ketat dalam agama, pelacur pakai sertifikat. Kenapa pelacur bisa diizinkan resmi? Karena mereka mengerti konsep Tuhan. Tuhan bisa enggak sih membuat semua orang masuk surga, tapi kenapa Tuhan enggak mau lakukan?” Ahok menambahkan.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, yang secara tegas menolak prostitusi dilokalisasi menyatakan ada dua hal dalam masalah prostitusi.
Yang pertama, sebut dia, pemerintah punya tanggung jawab mengatur wilayah publik supaya tertib, teratur, bersih, dan rapi, sesuai dengan jiwa dan semangat undang-undang otonomi daerah.
Ketika wilayah publik harus teratur, tertib, punya etika, moral, dan seterusnya, maka tanggung jawab itu melekat pada pemda. Salah satu yang harus diatur, tegas Amirsyah, yaitu jangan sampai mengganggu kenyamanan dan ketertiban adalah soal prostitusi.
“Lebih jauh dari itu soal prostitusi menurut hemat saya, prostitusi tidak boleh dibiarkan begitu sehingga prostitusi itu mengganggu hak publik yang dimaksud,” ujarnya.
Yang kedua, lanjutnya, prostitusi adalah perilaku menyimpang dan harus dibimbing dan diarahkan supaya hak-hak privasinya yang merupakan bagian dari hak-hak asasi tetap dijaga dan dipelihara. Jangan sampai hak privasinya itu merusak hak privasi orang lain.
Oleh karena itu, dia menekankan, yang harus diluruskan dahulu sebenarnya adalah perilaku menyimpang ini. "Gak boleh prostitusi menjadi mengganggu privasi orang lain karena itu merupakan hak asasi."
Amirsyah menjelaskan, hak asasi yang dimaksud di sini adalah hak untuk menikah sesuai dengan norma dan aturan ajaran agama. Ketika tidak menikah kemudian menjadi pelacur, inilah yang dimaksud dengan perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang ini harus diluruskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, idealnya, tidak boleh negara membiarkan ada pelacuran. "Artinya, negara melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia. Jadi, tidak boleh ada prostitusi. Kalau pun ada prostitusi itu harus diluruskan."
(brn/brn)











































