Tidak ada pos resmi penjagaan oleh PT Kereta Api di perlintasan yang terkenal dengan kawasan Permata Hijau itu. Palang pintu terbuat dari bambu yang di cat dengan warna merah putih. Pangkal palang diberi pemberat berupa batu puing bekas bangunan, sementara ujung palang terdapat tali nilon yang dihubungkan ke sebuah pos panggung berukuran kecil, tanpa dinding.
Tali nilon itu lah yang diikat dan dilepas petugas perlintasan tiap kali hendak membuka atau memasang palang pintu. Di tengah deras hujan, dua pria paruh baya nampak menjaga perlintasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia duduk di pojok pos, dekat dengan tali palang pintu yang dikaitkan. Di sebelah iqbal duduk, terdapat kaleng biskut bekas yang telah usang dan penyok. Kaleng itu digunakan sebagai tempat uang hasil pemberian pengendara yang melintas.
Iqbal bangkit dari duduknya, ia panik. Pasalnya, sebuah mobil sedan tiba-tiba berhenti di tengah rel. Akibatnya, antrean sejumlah mobil mengular di belakangnya. Iqbal pun meninggikan suaranya menyuruh pengendara mobil untuk segera melanjutkan laju kendaraannya.
Sementara Sukur tampak selalu melihat ke kiri dan ke kanan arah rel, memantau jika ada kereta api yang akan melintas. Teknik tersebut merupakan salah satu cara penjaga perlintasan tikus untuk memastikan kereta yang akan melintas.
Selain itu, mereka mengaku sudah hafal jadwal kereta melintas. "Kami sudah hafal, kereta melintas 10 sampai 15 menit sekali. Tapi tetap lihat kiri kanan," kata Iqbal kepada detikcom Kamis kemarin.
Iqbal dan rekan-rekannya tak segan menghardik keras para pengendara nakal yang coba menerobos perlintasan saat mereka akan menutup palang. Cara keras tersebut dilakukan agar tidak terjadi kecelakaan tertabrak kereta api.
Sebab lanjut Iqbal, karakter pengendara baik mobil maupun maupun sepeda motor, tidak takut terhadap kereta api dan palang pintu. Tapi hanya takut pada penjaga.
"Orang itu (pengendara) takutnya cuma sama penjaga, sama kereta dan palang gak takut dia. Kalau mau nutup palang ni, ada yang nerobos, tetap kita tutup, bodh amat kena mobilnya atau helmnya (pengendara sepeda motor)," kata Iqbal.
Akibatnya, perdebatan dan perang mulut kerap terjadi antara penjaga dan pengendara. Menurut Iqbal, perlintasan 'tikus' tersebut telah ada sejak tahun 1986 silam. Saat ini, terdapat 8 orang lebih yang menjaga perlintasan tersebut secara bergantian selama 24 jam.
Ia tidak menampik bahwa mereka menjadi penjaga perlintasan 'tikus' rel kereta api bukan karena kepedulian terhadap keselamatan pengendara. Uang merupakan alasan utama mereka bersedia menjadi penjaga perlintasan secara bergantian.
"Bukan karena peduli, ya karena uang, kalau gak ada uangnya kita juga gak mau. Kita ada ketuanya, anggotanya ada 8 orang lebih lah, uangnya dibagi - bagi," ujarnya.
Iqbal mengklaim, bahwa perlintasan 'tikus' di wilayahnya merupakan yang paling aman dibanding lainnya. Sebab, selama ini belum pernah terjadi kecelakaan akibat tertabrak kereta api.
"Di sini paling aman (perlintasan). Gak pernah ada kecelakaan, cek aja yang lain. Karena kita tegas (kepada pengendara)," ujar pria yang telah 15 tahun menjadi penjaga perlintasan 'tikus'
ini.
Kendati hanya penjaga perlintasan 'tikus', Iqbal mengaku bahwa mereka tidak bersedia sekalipun jika diangkat menjadi petugas resmi pos penjagaan rel kereta api PT KAI.
"Kami lebih suka begini karena uangnya tiap hari. Kalau jadi petugas resmi PT KAI males banget uangnya bulanan, bentar aja habis,β kata pria yang tidak mau menyebutkan pendapatan per hari itu.
(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini