Tidak banyak kalimat yang ia lontarkan untuk meyakinkan calon pembeli. Ia hanya menjawab saat calon pembeli bertanya tentang harga.
Di lapaknya, Fandi berjualan beraneka kaus seperti kaus bola, kaus bergambar artis dari dalam maupun luar negeri hingga kaus bergambar tokoh Indonesia seperti Joko Widodo (Jokowi), Sukarno, dan Soeharto yang dipajang berderetan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena lagi laris, katanya sih lagi musim," kata ayah tiga anak ini saat ditemui detikcom.

Fandi menjelaskan, kaus Sukarno berada di urutan pertama tingkat penjualan di antara dua tokoh lainnya. Kaus Soeharto berada di urutan kedua. Setidaknya, minimal enam kaus Soeharto ludes terjual saban hari. Sementara kaus Jokowi hanya terjual dua potong dalam seminggu.
Fandi mencoba mengulas, kaus Sukarno berada pada urutan teratas karena memiliki pangsa pasar yang lebih luas, mulai anak muda hingga kaum tua. Sedangkan kaus Jokowi hanya diminati kaum muda. Sementara pembeli kaus Soeharto hanya berasal dari kaum tua yaitu usia 40 tahun ke atas.
"Yang beli kaus Soeharto itu orang-orang tua, ya yang ngerasain zamannya Soeharto," ujarnya menjelaskan.
Di lapaknya, Fandi memiliki dua desain kaus Soeharto. Kaos bergambar Soeharto dengan bertuliskan 'The Smiling General' dan kaus bergambar Soeharto memakai belangkon dengan tulisan 'Uwes mangan apo urung? Piro harga beras saiki? Penak jamanku to?'.
Kaus paling laris adalah kaus yang terdapat tulisan 'Penak jamanku to?'. "Kalau yang gambarnya Soeharto doang, itu kurang laku. Yang laku itu kalau ada tulisan 'Penak jamanku to'. Yang beli kan orang tua, mungkin mereka bandingkan sama zaman Soeharto dulu," ujar Fandi.
Amin, pedagang kaus lainnya di kawasan Pasar Blok M, Jakarta Selatan, juga mengaku sama. Kaus Soeharto banyak dicari pembeli karena gambar dan bahasanya yang nyeleneh.
โBanyak juga sih, Mas. Banyak yang mau baju Soeharto, ngalahin kaus Jokowi dan hampir kayak kaus Sukarno,โ ujarnya ketika ditemui detikcom, Senin (11/11).
Sejumlah pengamat menilai adanya fenomena banyaknya kaus dan stiker terkait kerinduan terhadap sosok Soeharto adalah bentuk desain kepentingan tertentu namun direspons positif oleh masyarakat.
Pengamat sosial politik dari Universitas Gajah Mada, Arie Sujito mengatakan maraknya kaus dan juga stiker yang menyanjung Soeharto merupakan bentuk romantisme reaksioner yang terjadi di masyarakat. "Tapi bukan berarti fenomena ini sebagai bagian antireformasi," kata Arie saat dihubungi detikcom, Senin (11/11).
Budayawan Sujiwo Tejo memandang fenomena kaus dan stiker Soeharto merupakan desain yang justru di luar dugaan yang awal mencetuskan hal tersebut. Persoalan ini terlihat ketika sambutan masyarakat yang antusias dan marak menggunakan atribut menyanjung Presiden kedua Republik Indonesia itu meski terkesan sebagai candaan yang lucu.
โAda desain, yang kebanyakan justru terjadi di luar desain. Itu ada yang mendesain tapi hasilnya di luar dugaan yang membuat,โ kata Sujiwo kepada detikcom, Senin (11/11).
(brn/erd)