"Katanya putusan merupakan mahkota bagi hakim yang membuatnya. Kalau putusannya centang perenang seperti itu artinya mahkota yang tak berharga," kata komisioner Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh saat berbincang dengan detikcom, Selasa (23/7/2013).
Pernyataan Imam seakan menyimpan kegundahan mendalam atas dalih salah ketik. Dalih ini dilontarkan secara resmi oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus bernilai lebih dari Rp 3 triliun tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setali tiga uang, sang pembuat putusan yang juga ketua majelis perkara Harifin Tumpa pun mengaku salah ketik belaka. Mantan Ketua MA ini secara tegas tidak ada unsur kesengajaan, semua murni keteledoran sebagai manusia biasa.
"Namanya juga manusia," ujar Harifin.
Namun gara-gara kesalahan ini, putusan itu tidak bisa dieksekusi. Kerugian uang negara yang ditilep yayasan bentukan Presiden Soeharto ini pun kandas. Guna merevisi kesalahan ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus menempuh proses yang cukup panjang yaitu mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Kita positive thinking sajalah, ada salah ketik. Sudah koordinasi, jalan keluarnya adalah PK itu. Dari MA memutuskan PK saja," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin.
Terlepas dari salah ketik atau kesengajaan, namun putusan ini telah mencoreng MA sebagai pucuk peradilan. Sebab kesalahan ada dalam amar putusan, bukan pada skripsi yang ditulis mahasiswa.
"Kalau kesalahan-kesalahan seperti itu terus ditolerir, ya kesalahan demi kesalahan akan terus terjadi," pungkas Imam Anshori Saleh.
(asp/ahy)