Salah satunya sejarawan dan budayawan Betawi, Ridwan Saidi, seperti dikutip dari Harian Detik edisi Senin (17/6) yang mengatakan bahwa kompleks makam tersebut bukanlah makam Pangeran Jayakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara sejarawati Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Siswantari membenarkan bahwa masih ada perdebatan mengenai makam Pangeran Jayakarta, di Jatinegara Kaum atau di Banten.
"Ada yang mengatakan di Jatinegara Kaum, ada yang mengatakan di Desa Ketengahan, 5 Km dari Serang. Karena saat itu Pangeran Jayakarta sempat dipanggil ke Banten berkaitan dengan perjanjian dengan VOC," tutur Siswantari.
Bahkan perdebatan apakah Achmad Djaketra dan Jayakarta adalah orang yang sama juga masih berlanjut. Siswantari menjelaskan, menurut sejarawan Abdussomad dalam bukunya, 'Jatinegara Kaum Kampung Tertua di Jakarta Penduduk Jakarta Asli Tapi Bukan Betawi', Achmad Djaketra dan Pangeran Jayakarta adalah orang yang berbeda.
Begitu pula menurut sejarawan Adolf Heuken dalam bukunya 'Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta', Pangeran Jayakarta dan Achmad Djaketra bukan orang yang sama, namun sempat hidup dalam periode yang sama.
"Ada yang berpendapat bahwa Djaketra adalah pengikutnya, ada yang berpendapat Djaketra adalah anak dari Jayakarta. Ada banyak versi," kata Siswantari.
Nah begitu pula perihal Pangeran Achmad Djaketra ini menjadi cikal bakal nama Jakarta. Mengenai nama Jakarta ini, Siswantari menjelaskan bahwa nama Jakarta diambil dari Jayakarta, nama yang diberikan oleh Fatahillah saat berhasil menaklukkan Sunda Kelapa yang saat itu masih di bawah Kerajaan Padjajaran pada 1527.
Fatahillah yang diutus Kerajaan Demak untuk merebut Sunda Kelapa dari Kerajaan Padjajaran dengan alasan menyebarkan agama Islam pada kerajaan yang masih menganut Hindu itu. Maka kenapa Jakarta kuno dinamakan 'Sunda Kelapa' karena berada di bawah kerajaan yang berada di tatar Sunda. Nah, Padjajaran saat itu meminta bantuan Portugis untuk menghadapi pasukan Fatahillah yang juga populer sebagai Sunan Gunung Jati itu.
"Fatahillah dapat ilham dari salah satu surat Al Fath dalam Quran yang menyatakan 'Inna fatahna laka fatan mubinan', yang artinya sesungguhnya kemenangan ini adalah kemenangan yang sempurna. Maka itu dinamakan Jayakarta yang berarti kemenangan besar. Entah itu dari bahasa Sansekerta atau Jawa kuno karena kan asal usul Fatahillah dari Demak ya," imbuh dia.
Nah wilayah Jayakarta ini kemudian berturut-turut dipimpin Fatahillah, Tubagus Angke, Jayakarta Wijayakrama yang juga diyakini sebagai Pangeran Jayakarta, baru Achmad Djaketra. Hingga tahun 1619, Jayakarta dikuasai VOC dan diganti namanya dengan Batavia.
Sebelumnya, VOC memakai kata 'Jacatra' dalam surat menyurat sebelum tahun 1619 itu. Hal itu, menurut Siswantari, terungkap dalam buku milik Uka Tjandrasasmita, 'Informasi Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah Sampai Zaman Batavia Tahun 1750'.
Kembali saat VOC membumihanguskan Jayakarta, di kawasan Kota Tua kini, tahun 1619, maka Achmad Djaketra berpindah ke wilayah Jatinegara Kaum hingga dimakamkan di situ.
Sedangkan Kepala Pengurus Masjid Pangeran Jayakarta (kini bernama masjid Assalafiyah), Haji Suhendar mengatakan Pangeran Jayakarta yang bernama alias Achmad Djaketra adalah putra dari Pangeran Sungrasa Jayawikarta yang berasal dari Kesultanan Banten. Sejak abad ke 16 Pangeran Jayakarta menjadi penguasa Pelabuhan Jayakarta di Jakarta Barat sekaligus wakil Kesultanan Banten di kawasan itu hingga Belanda memukul mundur pasukan Jayakarta yang berpindah ke Jatinegara Kaum.
"Sejarah memang seperti itu ya, karena buktinya minim. Mau berpegang berdasarkan pendapat yang mana, versi yang mana, terserah," tutur Siswantari.
(nwk/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini