"Hakim Adhoc khusus kehutanan, pada akhirnya menambah jumlah keberadaan hakim ad hoc di Indonesia dan sekaligus berpotensi menambah persoalan dalam proses penegakan hukum," kata Anggota Koalisi Anti Mafia Hutan, Emerson Yuntho, dalam rilis yang diterima detikcom, Jumat (29/3/2013).
Emerson mengatakan, saat ini sudah ada hakim ad hoc Tipikor, HAM, Perselisihan Hubungan Industrial, Perikanan, dan Pajak. Namun beberapa dari mereka terlibat kasus suap. "Beberapa di antaranya ditangkap karena persoalan kasus suap," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk proses rekruitmen, dengan asumsi 300-an Pengadilan Negeri seluruh Indonesia maka setidaknya dibutuhkan 600 Hakim Adhoc Kehutanan. Selain biaya seleksi, akan ada pembengkakan anggaran pengadilan untuk gaji hakim adhoc, dan persoalan lain nya berkaitan dengan pengawasan," jelasnya.
"Berdasarkan informasi yang diperoleh Koalisi, pihak MA tidak dilibatkan dalam proses bahasan soal hakim adhoc kehutanan," tambahnya.
Terkait kasus penyuapan yang melibatkan hakim adhoc, yang masih segar diingatan adalah kasus yang menjerat hakim ad hoc Kartini Juliana Magdalena Marpaung dan Hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru Kisbandono.
Hakim Heru menerima uang dari adik Ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif M Yaeni, Sri Dartutik untuk diserahkan ke majelis hakim. Uang itu untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang menjerat M Yaeni.
Sementara itu Kartini yang merupakan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang ditangkap KPK pada 17 Agustus lalu di PN Semarang usai melaksanakan upacara kemerdekaan. KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp 150 juta dan dua mobil yang digunakan untuk transaksi.
(rna/nwk)