"Saya sangat kaget dan benar-benar putusan tidak adil. Saya benar-benar dilecehkan," kata Andi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/3/2013).
Kemarahannya bukan tanpa alasan. Andi merintis industrinya dengan utang bank Rp 250 juta pada 2003. Lalu uang tersebut dia gunakan untuk membeli modal membuat home industri helm dengan membuat UD Sumber Rejeki di Sumur Bor, Cengkareng, Jakarta Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring waktu, bisnisnya berkembang. Karyawan bertambah menjadi 60 orang dengan kemampuan produksi 400 helm per hari. Helm hasil buatannya dilepas ke pasaran dengan harga Rp 110 ribu, sementara untuk produk yang sekelas Rp 250 ribu.
Lantas dia pun mendaftarkan merek 3 helm produksinya yaitu INX, GSP dan MDL pada kurun 2008.
"Saya mengurus sesuai prosedur ke Ditjen HAKI, tak ada intervensi sama sekali. Hanya Rp 600 ribu, sertifikat merek didapat," tutur mantan penjual spare part mobil ini.
Kurun 2010, datang kebijakan helm wajib ber-SNI, Andi dibina Dinas Perindustrian DKI Jakarta. Perusahannya pun menjadi CV Sumber Rejeki. Hingga datanglah badai gugatan merek dari helm INK ke pengadilan.
"Saya tahunya merek helm saya digugat dikasih tahu teman, dia baca di koran," kisah wiraswastawan yang sudah kenyang jatuh bangun berusaha.
Latas belakang di atas itulah yang membuatnya sangat marah saat mengetahui Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan mereknya diganti.
"Kalau seperti ini saya bisa bunuh diri!," kata Andi mengakhiri perbincangan.
Seperti diketahui, Andi digugat Eddy Tedjakusuma pemilik merek INK. Kasus bermula saat Eddy keberatan terhadap pendaftaran merek INX yang mempunyai kesamaan dengan merek INK miliknya.
Kasus ini bergulir ke PN Jakpus yang dimenangkan Eddy. Atas vonis ini, Andi langsung kasasi.
(asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini