"Dominan yang haram. Regulasi kita lemah sehingga banyak sumber dana yang ilegal," ujar peneliti Indonesia Budget Center, Nur Alam di Bakoel Coffe, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2013).
Sementara itu, koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdulah Dahlan menambahkan, belajar dari Pemilu 2009, hampir sebagian besar parpol melakukan manipulasi dana pemilu dalam pelaporannya ke Komisi Pemilihan Umm (KPU). Laporan dana yang masuk dan yang digunakan oleh parpol tidak digambarkan dengan jelas.
"Khususnya belanja kampanye. Banyak parpol yang tidak jujur," ucap Abdullah.
Abdullah menduga, parpol masih banyak menggunakan jalan pintas untuk mengisi kas-kas yang akan dipakai dalam pemilu 2014.
"Jadi masih tinggi dana haram daripada dana yang legal," katanya.
Selain itu, UU Pemilu 2014 juga memungkin parpol mendapatkan bantuan dana yang lebih besar dibandingkan 2009. Jika ditahun 2009 korporasi hanya dapat menyumbang maksimal Rp 4 miliar ke parpol, maka untuk tahun 2014, sebuah korporasi dapat menyumbang maksimal Rp 7,5 miliar.
Meski dikatakan menyumbang, setiap penyumbang memiliki kepentingan politik. Parpol yang tersandera oleh tidak adanya sumber dana tetap akan dihadapkan dengan pilihan akan menerima dana dari donatur atau akan menggunakan uang negara.
"Parpol hanya memikirkan target pragmatis politis dan murni pada kepentingan elektoral dan bahkan justru melakukan perampasan pada aset negara," terangnya.
Saat ini ada 13 Kementerian yang dipimpin oleh kader parpol. ICW mengkhawatirkan alat-alat negara digunakan sebagai alat pemenangan dalam pemilu.
"Jangan sampai modal politik yang ada di pemerintah dipakai," ujarnya.
(fiq/asp)