Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap PON dengan saksi mantan Manajer Operasional PT Adhi Karya, Dicky Eldianto, di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (6/12/2012).
Dicky yang saat itu menjabat ketua konsorsium menyebutkan terdakwa mantan Kadispora Riau Lukman Abbas pernah menghubunginya pada 22 Februari 2012 meminta agar tiga perusahaan, yaitu PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan untuk menyediakan uang Rp 18 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dicky, waktu itu Lukman Abbas menyebutkan bahwa dana Rp 18 miliar akan dibagikan kepada pihak-pihak tertentu. Di antaranya untuk DPR RI sebesar Rp 9 miliar, dan Rp 1,8 miliar untuk anggota DPRD Riau.
"Dan hal itu sudah dibicarakan dengan anggota DPR RI," kata Dicky.
Dari permintaan sebesar Rp 18 miliar itu, Dicky mengaku PT Adhi Karya diminta menyediakan uang sebesar Rp 7,8 miliar dan baru diserahkan dua kali yakni Rp 3,9 miliar dan Rp 2,7 miliar.
"Apakah sisanya dibayarkan perusahaan, saya tidak tahu. Karena setelah itu saya mengundurkan diri," kata Dicky.
Selain diminta uang pelicin Rp 18 miliar, Dicky juga mengatakan Lukman Abbas juga pernah meminta uang Rp 1,2 miliar. Perinciannya, Rp 700 juta untuk Lukman Abbas dan Rp 500 juta untuk Gubernur Riau, Rusli Zainal. Uang sebanyak itu diantarakan langsung pihak perusahaan ke rumah Lukman Abbas.
Penyerahan uang Rp 500 juta untuk Gubernur Riau, Rusli Zainal diserahkan sopir PT Adhi Karya, Nasafwir dan diterima oleh ajudan Gubernur Riau, Said Faisal.
Dicky mengaku dirinya mengundurkan diri dari Manager Operasional PT Adhi Karya karena tidak tahan banyaknya permintaan dana dari berbagai pihak.
"Saya mengundurkan diri, karena tidak tahan meladeni permintaan berbagai pihak. Jangankan PT Adhi Karya mendapat keuntungan dalam proyek ini, malah perusahaan yang merugi. Yang beruntung mereka yang meminta uang itu," keluhnya.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan.
(cha/rmd)