"Keputusan MK tersebut menegaskan dan memperjelas maksud hukum dalam UU 13/2003 pasal 169. Keputusan MK ini penting dalam posisi bukan mengoreksi isi pasal, namun mengoreksi penyimpangan pada implementasi di lapangan. Jadi keputusan MK justru memangkas distorsi terhadap pasal 169 akibat multitafsir di dalam memaknai pasal tersebut," kata Rieke yang concern pada masalah buruh, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (18/7/2012).
Rieke menyambut baik keputusan MK tersebut. Menurutnya dengan putusan itu, maka para buruh bisa mendapatkan haknya sebagai pekerja sesuai dengan Undang-undang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, Andriyani telah 14 tahun bekerja di sebuah perusahaan PJTKI. Namun 18 bulan terakhir tidak digaji. Saat dia meminta PHK, perusahaan menggajinya kembali sehingga hapus hak-haknya untuk di-PHK. Tidak terima, Andriyani menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) namun kandas. Karena tidak punya uang untuk banding, dia pun menggugat pasal 169 ayat 1 huruf c UU Ketenagakerjaan ke MK dan dikabulkan.
"Pasal ini dimaknai buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial apabila pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu," demikian bunyi amar putusan MK.
(trq/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini