"Kalau pemerintah yang kalah, ya bayarnya dari APBD. APBD dari mana? Ya dari pajak rakyat," kata pengamat perkotaan, Andrianof Chanigo saat berbincang dengan detikcom, Kamis (16/2/2012).
Kekalahan ini akibat kesalahan pejabat Pemprov DKI Jakarta dalam menjual tanah seluas 44 hektare di Kelurahan Meruya, Jakarta Barat. Oleh sebab itu maka Gubernur Fauzi Bowo harus bisa mengejar siapa yang bertanggungjawab dan harus diberikan sanksi yang tegas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, kasus serupa masih banyak terjadi di Jakarta. Hal ini disebabkan warisan pemerintahan Jakarta masa lalu yang korup. "Warisan masa lalu ini sulit dicegah sebab sudah masuk ranah hukum," ungkap Andrianof tanpa harapan.
MA dalam perkara nomor 2971 K/PDT/2010 mengabulkan permohonan PT Porta Nigra. Putusan yang di ketuai oleh M Taufik, Abdul Gani dan Abdul Manan mengalahkan Pemprov DKI Jakarta pada 23 September 2011. MA lalu menghukum Pemda DKI Jakarta dengan membayar ganti materiil Rp 291 miliar dan ganti rugi immateriil sebanyak Rp 100 miliar.
Kasus ini bermula pada tahun 1972-1973. Saat itu Porta Nigra telah melakukan pembebasan tanah seluas 44 ha di Kelurahan Meruya, Jakarta Barat. Namun belakangan, Juhri bekerja sama dengan Lurah Meruya Udik Asmat bin Siming menjual tanah tersebut kepada Pemda DKI dengan menggunakan surat-surat palsu.
Akhirnya PT Porta Nigra membawa sengketa tanah ini ke ranah hukum dan menang hingga tingkat kasasi. Saat hendak dieksekusi, terjadi perlawanan warga dan berakhir dengan perdamaian. Adapun terhadap Pemprov DKI Jakarta, PT Porta Nigra terus melawan dan dikabulkan oleh MA.
(asp/mok)