"Dulu Demokrat membuat iklan antikorupsi. Namun sekarang banyak yang diindikasikan terlibat dalam kasus Wisma Atlet. Ini kontradiktif interminis, ada yang berkebalikan dalam dirinya," ujar analis politik dari Undip Semarang, M Yulianto, dalam perbincangan dengan detikcom, pekan lalu.
'Papan iklan' antikorupsi yang pernah dibuat PD hampir tiga tahun lalu itu kini seolah luntur. Ketika Nazaruddin yang pernah menduduki sebagai Bendahara Umum PD menjadi tersangka dan terdakwa kasus Wisma Atlet, 'papan iklan' itu mulai buram. Lalu perlahan luntur dengan dijadikannya kader PD lainnya, Angelina Sondakh, sebagai tersangka di kasus yang sama. Bahkan sang Ketum Anas Urbaningrum pun namanya disebut-sebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika tidak mau jatuh dan tersungkur di pemilu 2014 mendatang, pembersihan internal PD harus segera dilakukan. Jika ditunda-tunda, bisa jadi upaya itu terlambat. Perlu langkah tegas dari SBY selaku Ketua Dewan Pembina PD. Apalagi PD selama ini dipersonifikasikan dengan sosok SBY.
"Selama ini kan dilakukan trial by issue atau trial by the law. Kalau memang ada nama yang sudah sering disebut terkait, apalagi di ruang sidang, jangan dibiarkan karena akan menjadi blunder. Karena ini menyangkut persepsi di publik," tutur Yulianto.
Meski sejumlah nama orang PD baru sebatas disebut dan belum dinyatakan tersangka, akan lebih bijak jika PD memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk fokus pada apa yang dihadapinya. "Meskipun ada risiko meruntuhkan konsolidasi internal. Tapi kalau dinonaktifkan dulu, maka PD bisa fokus dan nama yang disebut-sebut juga fokus," paparnya.
Seperti diketahui, terkait kasus Wisma Atlet ini, Nazaruddin kerap menyebut-nyebut sejumlah nama orang PD seperti Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum. Angelia ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (3/2) lalu. Terkait Anas, beberapa kalangan di internal PD meminta Anas mundur dari kursi Ketum.
(vit/mpr)