"Ini sebetulnya positif. Tapi saya lihat sekarang ini (PT KAI) terlalu fokus untuk menyelesaikan masalah di hilir misalnya perbaikan karcis, penertiban penumpang atap. Sementara permasalahan di hulu seperti sarana dan prasarananya, mereka cenderung bergerak lambat," kritik pengamat perkeretaapian, Taufik Hidayat, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/2/2012).
"Sebab dari segi operasionalnya kan masih banyak KRL yang mogok, telat, gangguan sinyal, peron yang penuh pedagang. Intinya masih banyak di sana-sini yang perlu dibenahi," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sama dengan Rp 33 miliar," jelas Taufik.
Biasanya, lanjut Taufik, kebocoran itu terjadi karena ada permainan antara petugas KA dan pihak ketiga atau operator. "Makanya dipakailah sistem ini untuk mempersempit ruang interaksi petugas dan pihak ketiga," sambungnya.
"Dan semoga tidak ada niat menyimpang dalam arti langkah perlahan untuk sebelumya menerapkan single tarif yang rencananya akan diberlakukan," imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kartu Commet yang meniru sistem MRT di Singapura, mulai diujicobakan kemarin. Sebanyak 15 ribu kartu telah dilepas, dan untuk tahap awal berlaku di 35 stasiun.
Ada pun 35 stasiun yang telah memberlakukan tiket elektronik itu antara lain Stasiun Bogor, Stasiun Cilebut, Stasiun Citayam, dan Stasiun Pondok Cina. Bulan April mendatang jumlah tiket akan ditambah menjadi 35 ribu kartu di 51 stasiun.
"Juli nanti sudah di 63 stasiun dengan minimal kartu elektroniknya 100 ribu," jelas Corporate Secretary PT KAI Commuter Jabodetabek, Makmur Syaheran.
(lia/vta)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini