Berbagai benda yang digunakan sebagai simbol ketidakadilan antara lain:
1. Koin
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar tahun 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Prita karena tidak terbukti mencemarkan nama baik. Sedangkan di kasus perdata, Mahkamah Agung (MA) memenangkan Prita sehingga ibu 3 anak itu bebas dari kewajiban membayar denda Rp 204 juta kepada RS Omni.
Namun di tingkat kasasi, MA mengabulkan kasasi jaksa. MA menghukum Prita Mulyasari 6 bulan dengan percobaan 1 tahun. Prita tidak akan dipenjara sepanjang dia tidak mengulangi perbuatannya selama setahun.
Uang juga digunakan untuk penggalangan dana solidaritas. Migrant Care menginisiasi aksi solidaritas Rp 1.000 untuk pemulangan TKI yang terlantar di kolong jembatan Arab Saudi.
Kegiatan dengan menggunakan koin juga dilakukan oleh orang-orang yang peduli sastra untuk menyelamatkan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Hal ini dilakukan lantaran PDS HB Jasin terancam ditutup karena kekurangan dana.
2. Pena
Di Facebook pernah muncul gerakan mengumpulkan pena untuk untuk Presiden Ceko Vaclav Klaus. Hal itu dilakukan setelah upayanya mengutil pena mahal di samping Presiden Chili Sebastian Pinera terekam jelas.
Lebih dari 5.000 orang bergabung dalam kampanye di Facebook itu. Orang-orang yang bergabung dalam kampanye itu diminta mengirim pena, pensil atau alat tulis lainnya untuk Klaus pada 2 Mei. Alasannya, warga menilai Pak Presiden tidak punya alat untuk menulis sehingga harus mengutil sebuah pena. Pengumpulan pena ini memang bukan merupakan simbol perlawanan atas ketidakadilan, namun lebih pada sindiran.
3. Tikus
Terkadang bukan hanya benda mati, tapi juga benda hidup digunakan sebagai sarana untuk protes. Tikus, misalnya. Hewan pengerat ini kerap 'diajak' berdemo oleh para demonstran. Tikus sepertinya sudah disepakati bersama menjadi lambang dari koruptor.
Pada 20 September 2011 lalu, aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Makassar melepas tikus putih di hadapan Ketua DPRD Muh Roem. Mereka meminta Badan Anggaran DPR dibubarkan. Mereka menilai panitia anggaran seperti tikus yang menggerogoti uang rakyat.
Mahasiswa dari BEM se-Daerah Istimewa Yogyakarta membuka kardus yang berisi puluhan tikus putih, serta melemparnya ke halaman Gedung DPRD DIY pada 20 September 2011 lalu. Mereka mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap aktor-aktor mafia anggaran di Banggar DPR.
4. Bunga Anyelir Putih
Puluhuan ribu orang di Moskow dan ribuan lainnya di kota-kota lain di Rusia turun ke jalan menuntut berakhirnya pemerintahan Vladimir Putin pada 11 Desember 2011 lalu. Orang-orang dari segala usia berkumpul di Moskow, sambil membawa anyelir putih sebagai simbol protes dan membawa beberapa gambar Putin dan Presiden Dmitry Medvedev yang bertuliskan "Guys, saatnya untuk pergi,". Anyelir putih sebenarnya merupakan bunga yang melambangkan rasa sayang, kedamaian dan kesucian.
5. Sepatu
Sejarawan asal Inggris, June Swann, pernah berujar sepatu bisa menjadi salah satu indikator untuk menunjukkan emosi seseorang. Muntadhar al Zeidi, seorang wartawan nekat melemparkan sepatu ke mantan Presiden Bush pada 2009 lalu. Zeidi tidak bermaksud melukai Bush, dia melakukan hal itu karena menilai AS telah melakukan pelecehan terhadap bangsa Irak.
Dalam sebuah protes di Mesir pada Agustus 2011 lalu, massa mengacungkan sepatu ke arah poster besar mantan Presiden Hosni Mubarak. Sepatu diacungkan sebagai tanda penghinaan pada pria yang telah berkuasa di Mesir selama 29 tahun itu. Sebelumnya, ketika Mubarak menolak turun dari kursi presiden, massa juga melambai-lambaikan sepatu saat Mubarak menyampaikan pidato.
6. Sandal Jepit
Ratusan sandal jepit dikumpulkan untuk Kapolri sebagai simbol ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi. Hal ini muncul atas akumulasi penegakkan hukum yang tidak mencerminkan keadilan.
Hal ini bermula pada November 2010 ketika AAL bersama temannya lewat di Jalan Zebra, Palu, Sulawesi tengah. Saat melintas di depan kost Briptu Ahmad Rusdi, AAL melihat ada sandal jepit, ia kemudian mengambilnya. Suatu waktu pada Mei 2011, polisi itu kemudian memanggil AAL dan temannya.
Selain diinterogasi, AAL juga dipukuli dengan tangan kosong dan benda tumpul. Kasus ini bergulir ke pengadilan dengan mendudukkan AAL sebagai terdakwa pencurian sandal. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan diancam 5 tahun penjara. Sementara itu, Polda Sulteng telah menghukum polisi penyaniaya AAL. Briptu Ahmad Rusdi dikenai sanksi tahanan 7 hari dan Briptu Simson J Sipayang dihukum 21 hari. Aksi pengumpulan sandal saat ini masih berlangsung.
(vit/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini