Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogjakarta Subandrio dalam Diskusi Cerdas bertema “Ancaman dan Antisipasi Banjir Lahar Dingin” yang digagas oleh Forum Jurnalis Magelang (FJM) Jum’at(11/11/2011) di Magelang, Jawa Tengah.
Hadir dalam acara itu, Kepala Balai besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) Bambang Hargono, Ketua Paguyuban Relawan Guruh Merapi KH Suyono, Kepala Badan penanggulangan bencana Daerah (BPBD) Magelang Eko Triyono dan tokoh masyarakat di sekitar lereng Merapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subandriyo menjelaskan kemunculan kolong dan letusan itu mengakibatkan proses pembentukan kawah baru dalam bentuk danau. Sementara di dalam kawah terdapat kubah lava muda akibat desakan dari dalam bumi ke atas puncak Merapi.
“Jika hujan turun maka danau itu akan penuh dengan lahar panas dan banjir lahar terjadi. Sebetulnya disebut lahar saja sudah cukup. Tetapi lahar bercampur dengan air hujan yang turun di kawasan puncak. Sebutan lahar dingin Merapi sebetulnya tepat jika disebut lahar air hujan,” ungkap Subandriyo.
Subandriyo menjelaskan tidak ada ancaman primer bencana paska erupsi Merapi tahun 2010. Butuh waktu beberapa tahun untuk terjadi letusan Gunung Merapi kembali.
Lalu untuk perubahan morfologi puncak Merapi untuk wilayah barat (Magelang dan sekitarnya) cenderung aman dari ancaman erupsi primer selanjutnya. Kubah larva terbentuk tidak mengarah ke Kali Gendol.
“Untuk menyimpang (ke arah Magelang) butuh waktu lama. Kalau itu tidak terjadi terus menerus ke arah Magelang menjadi lebih kecil. Ini harapan bagus. Namun, ancaman dalam waktu dekat adalah bahaya banjir lahar dingin Merapi,” tutur Subandriyo.
Sementara itu, ada 244 sabo dam yang sudah dibangun dari target 279 sabo dam di sekitar Gunung Merapi, diketahui 77 telah rusak diterjang banjir lahar dingin Merapi. Tak sedikit yang kini hilang hanyut terbawa banjir lahar tersebut.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) Bambang Hargono menyatakan sebagai upaya mengantisipasi banjir lahar pada musim penghujan kali ini, BBWSSO terus menormalisasi sejumlah sungai berhulu Merapi.
Diantaranya di Kali Gendol di Sleman, Jogjakarta serta Kali Pabelan, Kali Putih dan Kali Senowo di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
“Normalisasi ini penting, agar aliran lahar tidak mengalir ke luar sungai,” kata Bambang.
Di sisi lain, pihaknya juga melakukan penguatan-penguatan sabo dam yang kondisinya lemah disejumlah titik.
“Pada 2011 ini, kami hanya bisa memperbaiki enam dari 11 sabo dam yang kami rencanakan. Tiga diantaranya menyelesaikan pembangunan yang tertunda saat erupsi merapi terjadi 2010 lalu,” terang Bambang.
Untuk memperbaiki sabo dam itu ada skala prioritas. Pertama mulai dari sabo dam yang paling bawah (jangkar). Kemudian sabo dam yang menjadi jembatan dan irigasi warga.
“Terakhir, memperbaiki sub sabo dam yang rusak. Ini penting untuk mempertahankan kondisi sabo dam agar tetap utuh saat banjir lahar terjadi. Pada prinsipnya, sabo dam yang kini rusak itu, telah menunjukkan fungsinya meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda,” jelas Bambang Hargono.
(mad/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini