
Politisi Zaenal Maarif menyatakan berpindah-pindah partai bukanlah sebuah hal yang tabu. Kepindahannya ke Partai Golkar didasari keinginannya memberi dukungan presiden mendatang dari kalangan entrepreneur.
Zaenal Maarif menuturkan kepindahannya ke Golkar setelah keluar dari ;Partai Demokrat bukanlah tanpa sebab. Terlebih setelah pengalamannya mendirikan PBR (Partai Bintang Reformasi) untuk menjadi partai besar dan bagus namun gagal. Dari sana timbul pemikiran bahwa pindah partai itu layaknya ganti baju saja, yang harus segera dilepas jika sudah kotor, robek ataupun berbau tidak sedap. ;
"Memang ada yang bilang kutu loncat atau apalah, tapi dari pengalaman saya ketika PBR gagal jadi partai yang bagus dan besar dan sekarang juga saya tidak tahu bagaimana perkembangannya, saya menilai ganti partai itu kayak ganti baju saja. Kalau sudah kotor, robek dan bau tinggal cari lagi," kata Zaenal Maarif di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari survei 70 persen pemilih Indonesia juga tidak fanatik ke partai satu saja, dan itu bagus. Jadi orang memilih itu benar-benar beradasarkan orang," ujarnya.
Selanjutnya Zaenal menuturkan pertimbangannya hijrah ke Golkar didasari oleh keinginannya mendukung Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) sebagai presiden pada 2014. Dan hal itu juga sudah diamini oleh Akbar Tandjung dan Agung Laksono saat bertemu di Gedung DPR usai pelaksanaan Rapat Paripurna DPR. ;
"Pak Ical itu sosok layak dijadikan pemimpin masa depan karena latar belakangnya yang semua sudah tahu bagus, baik itu ke orang tua, bangsa dan negara. Beliau sangat peduli dengan berbagai hal misalnya pendidikan dan lainnya. Jadi sudah saatnya Indonesia dipimpin oleh entrepreneur yang sukses," ujarnya.
(nwk/nwk)