Harapan ini muncul dalam dialog antara Presiden SBY dengan para petani di Sidasari, Cilacap, Kamis (25/6/2011). Bupati Cilacap Tatto Suwarto tidak hadir dalam dialog di pematang sebidang sawah yang baru usai dipanen.
Berikut kutipan dialog antara Presiden SBY, Mendiknas M Nuh dan Gubernur Jateng Bibit Waluyo dengan petani. Dialog spontan ini berlangsung dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petani: Sekolah larang Pak. SPP-nya masih mahal, Rp 30 ribu per bulan. Belum beli bukunya.
Presiden: Putrane pinten yang masih sekolah Bu? Sekolahnya di mana?
Petani: Dua anak saya. Di SMP dan SMK.
Presiden: Sekolahnya negeri?
Petani: Swasta, di Muhamadiyah Kroya. Waktu SD memang nggak bayar Pak. Kalau bisa BOS juga buat SMP dan SMA juga.
Presiden: Bu, pemerintah melalui kabupaten sesuai kemampuan negara baru bisa sediakan dana BOS untuk SD negeri. Kita bantu yang miskin dan yang kaya bayar. Bapak dan Ibu harus komunikasi dengan Pak Bupati. Mana Pak Bupati? Belum datang?
Petani: Tapi untuk petani seperti saya masih berat Pak. Saya juga mau anak-anak saya maju. Apalagi sekarang sudah nggak bisa bikin jamu buat obyekan.
Mendiknas: Kalau sekolah swasta memang masih ada pungutan Bu. Tapi untuk SMP semestinya tidak ada pungutan, sebab ada dana BOS. Nanti kita lihat bagaimana di sekolahnya itu.
Presiden: Tadi soal membuat jamu itu bagaimana?
Kepala desa: Ramuan jamu godhog Pak. Dulu di sini banyak perajin jamu jawa, bahkan home industri yang serap banyak tenaga kerja. Tapi lalu dikejar-kejar, nggak tahu kenapa.
Petani: Digaruk-garuk (razia) Pak. Jamunya dibawa polisi.
Presiden: Razia jamu bagaimana? Pak Bupati sudah ada? Beliau lebih bisa jelaskan sebab ini wilayahnya. Belum datang? Pak Gubernur bisa jelaskan?
Gubernur: Yang menjadi masalah itu jamu yang dicampur zat kimia. Nuwun sewu, bapak dan ibu harus jujur juga ke Pak Presiden. Agar nanti Pak Presiden tidak salah membuat keputusannya.
Sebelumnya Presiden SBY juga menyaksikan panen raya padi di desa Sampang, Cilacap. Di dalam dialognya, petani mengeluhkan daya serap Bulog yang minim.
"Bulog bayarnya cash, tapi masih kalah harganya dengan bakulan (tengkulak)," ungkap petani.
(lh/rdf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini