Saat menempuh perjalanan dari Bandara Sultan Iskandar Muda ke Kota Banda Aceh, kami tidak dapat menahan rasa merinding pada kekuatan alam itu. Gempa bumi yang sangat dahsyat itu adalah gempa terbesar yang tercatat dalam sejarah Jepang dan merupakan gempa kelima terbesar di dunia.
Dengan perasaan merinding kami pun sampai dan mencoba untuk memasuki area kuburan massal korban gempa dan tsunami di jalan Bandara Sultan Iskandar Muda, Gampong Siron Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuburan massal korban gempa dan tsunami ternyata bukan satu-satunya di Banda Aceh. Masih banyak kuburan massal korban tsunami lainnya. Namun di kuburan massal yang kami singgahi itu, terdapat sangat banyak korban yang dimakamkan, tercatat 46.718 korban.
Seusai mengunjungi makam massal itu, kami melanjutkan perjalanan ke kota Banda Aceh. Suasana ibu kota NAD ini sudah sangat jauh lebih baik pasca tsunami. Banyak rumah penduduk yang terlihat berpondasi baru. Sangat keras aura dahsyatnya bencana itu, karena dulu area ini luluh lantak.
Akhirnya sampailah kami di Masjid Raya Baiturrahman, masih bersejarah di Banda Aceh. Kami mampir dan menyaksikan betapa kokohnya pondasi masjid kebanggaan masyarakat Rencong itu. Kondisinya memang sangat baik. Tidak ada kerusakan berarti setelah tsunami menghantam masjid tersebut.
Ada fenomena mistis sesaat tsunami menerjang Masjid Raya itu. Salah seorang sopir mengatakan ada warga keturunan yang masuk Islam setelah kejadian yang menakutkan itu. Konon katanya warga Aceh non-muslim itu melihat Masjid Raya terangkat begitu air tsunami menghantam masjid. Kebetulan warga itu memiliki ruko di dekat masjid. Jadi ia melihat masjid dari lantai paling atas ruko miliknya.
Dampak tsunami menambah rasa penasaran kami. Tempat lain yang hancur akibat tsunami adalah Lampulo, sekitar 5 kilometer dari Masjid Raya. Di sana terdapat kapal yang terhempas tsunami. Kapal dengan panjang sekitar 25-30 meter itu karam di atas genteng rumah penduduk.
Kapal itu terhempas sekitar 1 kilometer dari muara. Kini kapal tersebut dijadikan objek wisata dan diberi nama Kapal Tsunami Aceh. Untuk memperkuat posisinya, pemerintah setempat memperkokoh dengan 2 pondasi. Kapal itu berdiri di atas tanah seluas 1.196 meter persegi.
Perjalanan pun terus berlanjut. Tibalah kami di Museum Gempa dan Tsunami. Gedung itu berdiri dekat lapangan sepakbola dan Masjid Raya agar mudah dijangkau oleh masyarakat serta pelancong yang penasaran dengan gempa dan tsunami di Aceh.
Museum yang terdiri dari 3 lantai dan 1 lantai dasar ini memiliki konsep rancangan yang sesuai dengan budaya Aceh. Judul rancangannya 'Rumoh Aceh' as Escape Hill ini menggabungkan konsep escape building hill atau bukit untuk menyelamatkan diri, sea waves atau analogi amuk gelombang tsunami, tari tradisional saman, cahaya Allah, serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.
Pada sisi kiri bawah gedung terdapat sebuah restoran yang tergabung dengan musala dan toilet. Meseum juga dimanfaatkan pedagang untuk mencari nafkah di sisi luar museum.
Setelah itu kami mengunjungi Kapal Apung, Kapal PLN yg terseret tsunami sejauh 5 km dari pelabuhan. Keberadaan kapal terapung PLN pasca tsunami di Pungee itu kini menjadi daya tarik wisatawan, baik domestik dan mancanegara. Di bagian depan kapal, terdapat gedung yang memajang foto-foto setelah gempa dan tsunami. Foto-foto itu memperlihatkan betapa dahsyatnya tsunami tujuh tahun lalu itu.
Tidak berakhir di situ, kami pun menyeberang ke pulau Weh Sabang. Cukup 45 menit untuk menjangkau pulau tersebut dengan kapal cepat. Tarif yang dipatok pengelola kapal, Rp 50.000 untuk kelas eksekutif AC dan Rp 40.000 kelas ekonomi AC. Sementara perjalanan dengan kapal Ferry bisa ditempuh sekitar 2,5 jam.
Kondisi Pulau Wih (dibaca Weh) itu memang cukup baik karena pulau tersebut tidak terlalu parah dihantam gelombang tsunami. Kami sempat berkunjung ke titik nol kilometer dan menyaksikan tugu paling Barat Indonesia itu. Kondisi gedung itu terlihat cukup baik. Di sana terdapat hewan babi dan monyet berkeliaran. Mereka menyatu dengan pengunjung.
Nah, belum lengkap rasanya ke Pulau Sabang jika tidak ke pantai IBO. Benar saja, kondisinya sangat bersih. Tidak kalah dengan tempat wisata pulau Dewata. Di pantai IBO juga banyak turis asing. Di pantai IBO tersedia bagi pelancong yang tertarik untuk menyelam, berdayung bahkan untuk mengunjungi pulau-pulau di sekitar pulau Sabang.
(asy/asy)