"Bisnis avtur adalah bisnis dengan skala keekonomian dan ke depan tentunya akan dikaji dalam skala keekonomian," ujar Vice President Communication, Basuki Trikora Putra, saat dihubungi, Selasa (5/1/2009).
ย
Menurut Basuki, kajian keekonomian tersebut meliputi volume penjualan avtur dan biaya yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur tersebut di sana.
"Penerbangan ke sana kan frekuensinya masih sedikit, jadi harus dibuat dulu kajiannya," kata Basuki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepemilikan dan pelayanan avtur dan sarana fasilitas dilaksanakan oleh AVCO (Airfast Aviation Facilities Company), perusahaan yang dimiliki Freeport dan Airfast.
Pembelian avtur oleh AVCO dilakukan dan dilaksanakan sendiri di Pertamina Surabaya sehingga sepenuhnya menjadi tanggung jawab AVCO.
"Selama ini kebutuhan AVCO dapat dipenuhi Pertamina Surabaya sesuai dengan kebutuhannya," ungkap dia.
Bandara Timika didarati oleh Airfast sebagai mitra Freeport, Garuda dan Merpati. Pada 3 Januari Garuda tak mendapat pasokan BBM saat mendarat di bandara yang dikelola Freeport tersebut.
Diduga hal itu dipicu atas penolakan pilot Garuda GA 652 saat berada di Jayapura pada keinginan 3 bos Freeport agar diangkut pesawat tersebut. Penolakan didasari karena mereka mengantongi tiket GA 653 alias penerbangan selanjutnya.
Pada 3 Januari pula, Freeport mengeluarkan surat penghentikan pengisian BBM pada Garuda di Timika. Surat itu dicabut sehari kemudian dan direvisi menjadi 'pengurangan' BBM. Sedangkan Merpati tidak mendapatkan surat serupa. Garuda yang merasaย tak mendapatkan jaminan BBM sehingga menganggu keselamatan, akhirnya memindahkan penerbangannya dari Timika ke Biak. (epi/nrl)