"Sudah robek semua. Nggak ada yang bisa digunakan," kata Aris Hendri (9)
di atas puing-puing penggusuran di Tegal Alur, Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (28/7/2009).
Ia mengingat, saat berangkat ke sekolah yang jaraknya sekitar 200 meter, rumahnya masih berdiri tegak. Papan gedek bambu, tiang kayu dan atap asbek
rombeng. Serta 2 petak ruang di rumah sederhana itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seirama dengan Aris, Julia (8) merasakan hal serupa. Hingar bingar mengikuti tahun ajaran baru langsung sirna saat rumahnya rata dengan tanah. Bukan oleh gempa atau kebakaran tetapi digusur oleh petugas pemerintah.
"Nggak tahu tinggal dimana, ikut ibu saja," kata Julia sembari bermain
hulahup di depan rumahnya.
Tidak hanya Aris dan Julia. Puluhan anak-anak generasi masa depan kehilangan tempat berteduh di lokasi tersebut. Boleh saja sekolah mereka gratis. Tetapi kala pulang rumah digusur, entah apa yang membekas di alam bawah sadar mereka.
(Ari/irw)