Anggota Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan hasil evaluasi penyelenggaraan busway yang diadakan di Hotel The Sultan, Kamis (20/11/2008).
"Lemahnya kepemimpinan politik dari Fauzi Bowo. Kunci sukses busway itu ada political leadership," kata Tulus dalam perbincangan dengan detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun ini kan tidak terwujud koridor VIII-XI. Kan seharusnya tiap tahun bertambah tiga (koridor). Ini hanya berhasil membangun shelternya saja," kata dia.
Faktor kenyamanan busway dari tahun ke tahun juga semakin menurun. Menurut survei YLKI baik yang diadakan pada tahun 2007 dengan 1.000 responden di 3 koridor, juga Januari 2008 dengan 1.200 responden di 7 koridor menunjukkan hal itu.
"Kenyamanan sangat menurun. Paling dikeluhkan lamanya frekuensi bus. Yang seharusnya 3-5 menit, ini 15 menit sampai 1 jam. Itu kan konyol! Itu yang memicu orang yang tadinya pilih busway pindah lagi ke kendaraan pribadi," tukas Tulus.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya kebijakan untuk membatasi kendaraan pribadi. Mengenai kenaikan tarif, menurut hasil survei, bisa dilakukan dalam kisaran Rp 5.500-Rp 6.000.
"Ada Rp 4.300 dengan jumlah responden yang tidak terlalu dominan. Untuk kemauan membayar justru lebih tinggi jika diimbangi dengan layanan yang bagus," jelas Tulus.
Selain waktu tunggu bus yang lama, janji layanan waktu tempuh 30 hingga 45 menit tidak tercapai karena tidak diimbangi dengan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi.
"Waktu tempuh lama karena jalur dimasuki kendaraan pribadi, ditambah jumlah bus yang sedikit. Kalau busnya banyak, dan waktu tunggunya tidak lama kan mereka minggir sendiri, nggak perlu pakai-pakai portal atau polisi," kata dia.
Kembali kepada kepemimpinan Fauzi Bowo yang menjadi kunci kedodoran program busway. Tulus heran Fauzi Bowo tidak berani mengambil keputusan.
Padahal Fauzi Bowo dipilih 60 persen penduduk Ibukota. Modal sosial dan politik itu seharusnya membuat Fauzi Bowo tidak takut.
"Sutiyoso yang banyak resistensinya justru berhasil. Fauzi Bowo harus lebih berani mengambil keputusan. Jakarta perlu gubernur yang keras dalam mengambil keputusan," tegas dia. (nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini