Dalam draf revisi itu di pasal 32 disebutkan, (1) Pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana β¦..korupsiβ¦lainnya dapat diberikan jika telah memenuhi persyaratan (a). berkelakuan baik dan (b), telah menjalani 1/3 (satu petiga) masa pidana." (2) selain persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak korupsi dan pencucian uang yuang telah membayar lunas denda dan uang penganti sesuai putusan pengadilan."
Status sebagai justice collaborator yang merupakan sayarat remisi dihilangkan. Padahal di PP dahulu, seorang koruptor bisa mendapat remisi apabila dia mau bekerjasama dengan penegak hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah seharusnya justru lebih konsisten menerapkan policy "zero tolerance" bagi narapidana korupsi sesuai dengan atas Pasal 34 A Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012," terang Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, Kamis (11/8/2016).
Menurut dia, dengan aturan baru ini, pemerintah seakan akan lupa bahwa korupsi adalah kejahatan merusak dalam skala yang lebih luas dampaknya.
"Dan dalam rangka upaya dan mendorong kerja policy pemberantasan korupsi maka pembatasan remisi bagi terpidana korupsi menjadi penting," tegas dia.
"Oleh karena itu rumusan revisi atas PP itu, yang semakin menurunkan syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi merupakan wujud inkonsistensi pemerintah. Ini akan menjadi langkah mundur pemerintah dalam memberantas korupsi," tutup dia. (dra/dra)











































