Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto mengatakan, fosil tersebut ditemukan di Sungai Bojong, anak Bengawan Solo, yang berada di Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Sragen, pada 5 Februari 2016 lalu. Setu menemukan fosil saat sedang bertani lalu melaporkannya ke Balai Pelestarian Situs Manusia Purba di Sangiran, Sragen.
Tim dari Balai kemudian melakukan identifikasi dan temuan ini diyakini sebagai atap tengkorak dari manusia purba Homo Erectus Arkaik, golongan manusia purba tertua yang pernah tercatat di Sangiran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, fosil-fosil yang dari 1,5 juta sampai 900 ribu adalah fosil yang paling tua di Sangiran dan Indonesia dan diberi nama Homo Erectus Arkaik. Di atasnya ada Homo Erectus Tipik, diperkirakan hidup antara 800 ribu hingga 300 ribu tahun yang lalu. Terakhir, ada Homo Erectus Progresif yang hidup antara 300 ribu hingga 100 ribu tahun lalu.
Mantan kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba ini menyebut ada banyak spesimen yang ditemukan dari era homo erectus tipik dan progresif. Jumlahnya sekitar 120 spesimen dan kini tersimpan di berbagai tempat, untuk kepentingan penelitian.
"Ada yang di Frankfurt, Jerman, ada di Leiden, lainnya ada di laboratorium universitas di Indonesia dan lab di Indonesia, termasuk di museum Sangiran," kata Harry.
Temuan spesimen yang paling sedikit berasal dari Homo Erectus Arkaik. Jumlahnya sekarang diperkirakan hanya 20 spesimen. Itu terdiri dari atap tengkorak, rahang bawah, dan beberapa spesimen rahang atas.
![]() |
Dari temuan-temuan tersebut, yang paling bagus kualitas fosilnya adalah Sangiran IV. Ini adalah fosil tengkorak yang ditemukan oleh peneliti Belanda GHR von Koenigswald pada tahun 1936. Selanjutnya pernah ada temuan tengkorak di tahun 1988.
"Temuan Pak Setu ini persis dengan Sangiran IV. Ini menentukan kualitas dari penemuan Homo Erectus Arkaik," terangnya.
Setu hanya menemukan bagian fosil atap tengkorak saja. Sementara Konigswald menemukan fosil tengkorak lengkap dengan bagian rahang.
Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba, Sukronedi, saat diwawancarai terpisah mengatakan temuan ini akan dikoservasi kemudian dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Rencananya, temuan ini akan dipajang sebagai koleksi museum.
"Fosil temuan Pak Setu ini sangat mirip dengan temuan kumpulan atap tengkorak yang ditemukan oleh GHR von Koenigswald tahun 1939 yang saat ini tersimpan di Frankfrut, Jerman. Rencana kami, nanti setelah diteliti akan dikonservasi, temuan yang terakhir ini akan disimpan di Sangiran untuk dipajang sebagai koleksi museum," lanjut Sukronedi.
Fosil yang ditemukan di Sungai Bojong itu berukuran panjang 14 cm, lebar 12 cm dan tinggi 10 cm. Para peneliti mengatakan Homo Erectus Arkaik memiliki volume otak sebesar 800 cc dengan ketebalan tulang tengkorak 1,5 cm. Ukuran lebih besar dimiliki oleh Homo Erectus Tipik sebesar 1.000 cc dan Homo Erectus Progresif sebesar 1.100 cc. Sedangkan manusia modern memiliki volume otak sebesar 1.400 cc. (mad/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini