Ketika isi kotak dibuka, terlihat aneka ikan di dalamnya. Ada ikan samge, baronang, alu-alu (barakuda), ikan kacang-kacang, rajungan, hingga kepiting dalam jaring.
Para nelayan menyebut ikan-ikan itu mereka peroleh dari laut Teluk Jakarta. Mereka ingin membuktikan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bahwa masih ada ikan yang bisa ditangkap di laut Jakarta Utara itu. Mereka ingin Ahok melihat bahwa meski tak seberapa, namun ikan di Teluk Jakarta masih ada. Mereka ingin menyangkal statemen Ahok selama ini bahwa sudah puluhan tahun tidak ada ikan di Teluk Jakarta akibat pencemaran dari sungai, sehingga nelayan harus mencari ikan ke Pulau Seribu dan sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nelayan ingin membuktikan kepada Ahok masih ada ikan yang bisa ditangkap di Teluk Jakarta (Foto: Danu/detikcom) |
Lima pria yang mengaku sebagai nelayan Muara Angke masuk di Crisis Center di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (19/4/2016). Mereka ditemui oleh petugas Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta.
Tuntutan mereka yakni Ahok harus menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta. Soalnya, mereka merasa aktivitas reklamasi menurunkan hasil tangkapan mereka.
"Ikan yang saya serahkan ke Pak Ahok ada 20 kilogram. Ini ditemukan di sekitar Teluk Jakarta, di Green Bay, daerah Kamal, Pulau Bidadari, Pantai Mutiara, dan Ancol juga," kata salah satu dari mereka, bernama Saepudin (35), usai bertemu pihak Kesbangpol.
Dia merasa aktivitas reklamasi di Pulau G dan Pulau F membuat sulit untuk mencari ikan. Aktivitas reklamasi itu dinilai mengganggu keluar masuk kapal nelayan pulau.
"Itu tempat kami mencari ikan," kata Saepudin yang bertindak sebagai humas Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke. Saepudin mengaku sebagai nelayan yang lahir dan punya KTP DKI Jakarta. Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke beserta LSM lainnya pada Minggu (17/4) turut melakukan aksi simbolis "menyegel" Pulau G.
Sejak 2014, dia merasa mencari ikan kian sulit. Reklamasi memaksanya mencari ikan dengan usaha lebih keras. Semula, dia bisa mendapat tangkapan dengan mudah pada jarak 1 mil, namun kini, dia harus melaut sampai 10 mil jauhnya dari daratan.
"Sampai Kepulauan Seribu, lebih," kata dia.
Pada September 2015, dia mengaku bisa mendapat tiga ton ikan. Namun sekarang hasil tangkapannya berkurang menjadi sekuintal saja. "Itu pun ikan teri, ikan kembung," imbuhnya.
Dia memohon agar Ahok tak lagi meneruskan proyek reklamasi. Saepudin dan kawan-kawan nelayannya sepakat bahwa pencemaran di Teluk Jakarta tak sampai menghabisi semua ikan. Bahkan reklamasi justru dinilainya menyibak kandungan beracun di dalam tanah tertimbun dekat laut, sehingga air laut menjadi tercemar.
Nelayan meminta agar Ahok mencabut izin reklamasi (Foto: Danu/detikcom) |
"Ini ikan tidak tercemar. Saya mohon Pak Ahok untuk mencabut izin reklamasi," kata Saepudin.
Selain Saepudin, ada pula kawan nelayan lainnya dari Komunitas Nelayan Tradisional (KNT). Semua tuntutan mereka sama. "Reklamasi harus distop," kata Carmidi alias Iwan dari KNT.
Meski tak bisa langsung bertemu Ahok, namun dia berharap Ahok bisa mengerti tuntutannya. Lima orang ini memercayakan kepada petugas di Kesbangpol DKI yang telah ditemuinya, bahwa permintaan mereka bakal sampai ke Ahok, termasuk ikan-ikan yang mereka bawa juga. Usai itu, mereka berlalu meninggalkan Balai Kota.
Ahok beberapa kali menyebut kondisi Teluk Jakarta sudah sangat kotor dan tercemar logam berat, sehingga sudah tidak mungkin ada ikan di sana. "Saya juga mau tanya mana ada nelayan tangkap ikan di teluk Jakarta yang begitu kotor? Enggak ada. Kalau di sana banyak ikan sudah kaya raya orang Jakarta," ujar Ahok, Minggu (17/4).
Sementara itu, pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta telah sepakat menghentikan sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta dan membentuk komite bersama.
(aan/nrl)












































Nelayan ingin membuktikan kepada Ahok masih ada ikan yang bisa ditangkap di Teluk Jakarta (Foto: Danu/detikcom)
Nelayan meminta agar Ahok mencabut izin reklamasi (Foto: Danu/detikcom)