Karena sudah ada putusan MK tersebut, maka laporan Razman yang mengatasnamakan Novanto dinilai cacat formal. "Laporan ini mengandung cacat formil dan cacat materiil akibat tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku," kata pakar perundang-undangan Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Selasa (15/12/2015).
Baca juga: Novanto Laporkan Pemred MetroTV, Polri Masih Kaji Ada Tidaknya Unsur Pidana
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan MK ini bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan yaitu tanggal 10 Desember 2015. Dengan demikian berlaku untuk kasus Setya Novanto," ujar Bayu.Β
"Untuk itu apabila Setya Novanto sebagai Ketua DPR merasa mengalami penghinaan seharusnya mengadukan sendiri penghinaan yang dialaminya bukan melalui orang lain seperti kuasa hukum," sambung Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.Β
Baca juga: Istana: Jangan Kriminalisasi Media
Selain mengandung cacat formil, laporan itu juga mengandung cacat materiil yaitu pihak terlapor mengadukan kegiatan jurnalistik yaitu mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi di media elektronik. Berdasarkan UU 40/1999 tentang Pers, telah diatur mekanisme apabila seseorang keberatan dengan pemberitaan oleh pers yaitu melalui hal jawab ataupun hak koreksi.Β
"Tindakan Setya Novanto melaporkan Pemred MetroTV atas pemberitaan yang dibuatnya pada dasarnya adalah ancaman terhadap kemerdekaan pers sebagai bagian hak asasi manusia," cetus Bayu.
Baca juga: Polri Diminta Limpahkan Laporan Setnov vs MetroTV ke Dewan Pers
Cacat materiil selanjutnya adalah apabila pemberitaan MetroTV ini dianggap oleh Setya Novanto melanggar pedoman perilaku penyiaran, maka sesuai UU 32/2002 tentang Penyiaran, tindakan yang dapat ditempuh adalah dapat mengadukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Tindakan pelaporan dengan menggunakan delik penghinaan dalam KUHP atas kegiatan jurnalistik tanpa terlebih dahulu menempuh mekanisme yang diatur dalam UU Pers maupun UU Penyiaran oleh Ketua DPR adalah contoh yang kurang baik bagi perkembangan negara hukum yang demokratis," pungkas Bayu. (asp/van)











































