Hingga Minggu (7/6/2015), proses pembangunan jembatan yang dimulai sejak awal April itu masih berlangsung. Warga secara bersama membantu tahapan pembangunan itu. Sepekan lagi mungkin akan selesai.
Sekretaris Desa Ciseureuheun, Kohar (45) menyatakan, jembatan beton di desa itu terakhir berdiri pada tahun 1980-an. Kemudian digerus banjir dan runtuh. Sebagai gantinya, warga membuat jembatan bambu darurat sejak 35 tahun lalu. Jembatan seadanya terpaksa diandalkan, padahal jembatan itu akses 4 desa, 3 pesantren, 2 SD, 1 MI, 2 SMP, dan 3 SMA.
"Lebih dari dua ribu keluarga mengakses jembatan ini. Keberadaannya sangat vital," kata Kohar.
Selama jembatan itu masih dari bahan bambu, banyak sekali terjadi kecelakaan. Beberapa ada yang jatuh ke sungai berikut motor yang dikendarainya.
Awal April lalu, warga bersama PPPA Daarul Qurβan, secara swadaya mulai membangun jembatan baru itu. Secara bersama, warga menyumbangkan material dan juga tenaga.
Konstruksi yang dibangun beton dan bahan baja galvanis. Panjang jembatan 20 meter dengan lebar 3,5 meter. Anggaran jembatan yang bisa dilalui kendaraan roda empat itu, Rp 1,2 miliar.
βProgram Jembatan Kehidupan ini amanah masyarakat. Kita bisa secara berjamaah mandiri membangun infrastruktur paling vital di desa tertinggal,β ujar Direktur Program PPPA, Sunaryo Adhiatmoko.
βKami memahami infrastruktur adalah tugas negara. Namun kita juga mencintai negeri ini dan tidak cukup terus mengeluh. Dengan berjamaah kita bisa merawat negeri ini bersama-sama. Kalau bukan kita siapa lagi,β ujarnya.
Β
Disebutkan Sunaryo, selain di Ciseureuheun, pihaknya juga membantu membangun konstruksi jembatan untuk jalur motor dan gerobak di wilayah lain. Panjang jembatan 15-20 meter dengan lebar dua meter.
"Jembatan adalah bagian penting dari unsur membangun kemajuan desa dan daerah. Dengan jembatan, roda ekonomi berputar, pendidikan merata, dan bagi kami ini bagian dari pengembangan dakwah," kata Sunaryo.
(rul/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini