"Pihak kepolisian Polres Sukoharjo, telah menghambat kasus ini karena meminta syarat surat kuasa khusus harus dilampiri berita sumpah pengadilan tinggi. Kuasa hukum mengaku kecewa dengan permintaan kepolisian yang telah melampaui wewenang pengadilan. Ini wewenangnya pengadilan. Bahkan pengadilan saja tidak pernah meminta surat itu," kata Iwan Pangka, Selasa (23/9/2014).
Menurut dia, proses hukum di kepolisian pada Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi, juga terancam tak diteruskan. Saat memeriksa korban, polisi seolah mengarahkan adanya pelaku lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korban sendiri bercerita soal peristiwa yang dialaminya Maret lalu. Saat itu korban menemui temannya semasa SMP yang berinisial YS. Dia meminta dicarikan pekerjaan agar bisa membayar SPP yang sudah menunggak 3 bulan.
Korban tanpa tahu apa yang akan terjadi kemudian dibawa bersama YSF dan seorang rekannya Wati ke Tugu Lilin. Di sana menemui seseorang yang disebut korban sebagai Raja Solo.
Setelah diberi permen, korban tak sadar dan dibawa ke hotel. Di hotel yang tak jauh dari Tugu Lilin, korban mengaku dikerjai. Korban mengaku sempat difoto, kemudian diberi uang. Dua bulan setelah malam itu, korban tidak juga datang bulan.
Ia bercerita kepada teman dekatnya, kemudian mereka memutuskan untuk membeli alat tes kehamilan. Hasilnya pun positif. Korban depresi dan mencari di mana rekannya YSF. Korban hilang arah. Bahkan Ia sempat meminum ciu (minuman keras daerah sekitar) sebanyak dua liter untuk bunuh diri. Apalagi korban tidak pernah berhenti keputihan, seperti ada yang salah pada organ genitalnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari raja PB III. Namun sebelumnya Juru Bicara PB XIII, Bambang Ary Wibowo, mengatakan belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh karena belum bertemu dengan PB XIII terkait kasus tersebut.
Yang jelas, dia menghormati siapapun yang mencari perlindungan hukum jika merasa dilanggar haknya. Nantinya akan proses hukum lebih lanjut untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran hak tersebut.
Salah seorang adik PB XIII, GPH Suryowicaksono, mengaku kaget dan prihatin mendengar adanya laporan tersebut. Namun demikian dia menyerahkan proses hukum terkait kasus itu kepada pihak kepolisian. Jika memang nantinya terbukti melanggar hukum, kata dia, maka PB XIII harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun jika nantinya tidak terbukti maka harus dibebaskan dan dibersihkan namanya.
"Tentu saja sebagai kerabat saya prihatin. Keraton sudah banyak mengalami persoalan. Sinuhun (PB XIII) juga harus menyadari sebagai raja sudah seharusnya menjaga perilaku agar bisa ditedani. Nama keraton sudah berantakan akibat perselisihan internal yang belum jelas penyelesaiannya, masih ditambah lagi dengan kasus seperti ini," ujarnya.
Sedang pihak kepolisian juga belum memberikan komentar.
(aws/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini