Kejaksaan Agung (Kejagung) menjawab praperadilan yang diajukan tersangka mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus pengadaan laptop Chromebook. Kejagung mengungkapkan jumlah bukti hingga proses panjang penyidikan.
Dalam praperadilan, Nadiem meminta hakim membatalkan status tersangkanya di kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Nadiem memberikan sejumlah alasan, salah satunya soal belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop tersebut.
Kejagung dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10), menjawab selaku termohon. Kejagung menyatakan penyidik sudah mendapat empat alat bukti sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Termohon selaku penyidik telah mendapat bukti permulaan tercukupinya minimal dua alat bukti, bahkan diperoleh empat alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP yang didapatkan dari alat bukti keterangan saksi, alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat, alat bukti petunjuk, maupun barang bukti elektronik," kata Kejagung.
Kejagung mengatakan sudah ada 113 saksi yang diperiksa sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Kejagung menyatakan proses penetapan tersangka itu telah sesuai dengan putusan MK.
"Termohon selaku penyidik sebelum menetapkan pemohon sebagai tersangka pada 4 September 2025 telah mendapatkan alat bukti keterangan saksi dari sekitar 113 orang saksi termasuk di antaranya Nadiem Anwar Makarim yang pernah diperiksa sebagai saksi sebelum ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.
Kejagung Ungkap Audit BPKP
Dalam sidang praperadilan, Kejagung mengungkap sudah ada surat hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait proyek pengadaan laptop Chromebook era Mendikbudristek Nadiem Makarim. Kejagung menyebut ada indikasi kerugian negara dalam kasus itu.
"Bawa BPKP telah menindaklanjuti permintaan penyidik dalam melakukan ekspos bersama antara penyidik dengan auditor BPKP sehingga terbit berita risalah atau hasil ekspos antara penyidik dengan auditor BPKP pada tanggal 19 Juni 2025," ujar Kejagung.
Kejagung mengatakan hasil audit BPKB menemukan adanya dugaan perbuatan melanggar hukum dalam pengadaan laptop Chromebook. Selain itu, ada juga indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan tersebut.
"Yang menghasilkan kesimpulan pada pokoknya bahwa terdapat perbuatan melawan hukum dalam pengadaan TIK pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam program digitalisasi pendidikan 2019-2022 yang berindikasi menyebabkan kerugian keuangan negara oleh karena itu penyidik telah mendapatkan alat bukti surat," ujarnya.
Kejagung menyebut hasil audit BPKP sah berdasarkan hukum. Jaksa mengatakan banyak putusan pidana korupsi yang memenuhi unsur kerugian negara dari hasil audit BPKP.
"Perhitungan kerugian keuangan negara yang sudah dilakukan oleh BPKP adalah sah menurut hukum, hal itu sejalan dengan telah banyaknya putusan pengadilan pidana tindak korupsi yang memungkinkan unsur memenuhi kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan BPKP," ucapnya.
Kejagung juga mengatakan penyidik dapat melakukan perhitungan dugaan kerugian negara sendiri. Asal, katanya, angka itu dapat dibuktikan di persidangan.
"Bahkan juga dimungkinkan penyidik bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPK dan BPKP sepanjang dapat menunjukkan kebenaran materiel dalam hal perhitungan kerugian keuangan negara," ujarnya.
Kejagung Paparkan Proses Panjang
Selanjutnya, Kejagung memaparkan proses panjang sebelum menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus pengadaan laptop Chromebook. Mulai dari proses pemeriksaan saksi hingga alat bukti.
Kejagung mengatakan pihaknya terlebih dahulu melakukan gelar perkara berdasarkan nota dinas laporan hasil ekspos penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Nomor R 127 tanggal 14 Juli 2025 sebelum Nadiem ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian gelar perkara lanjutan dilakukan dan menetapkan Nadiem sebagai tersangka pada 4 September 2025.
"Penyidik kemudian melaporkan perkembangan penyidikan perkara a quo berdasarkan nota dinas tanggal 3 September tahun 2025 hal laporan perkembangan penyidikan perkara tindak pidana korupsi pada Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi Republik Indonesia dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019 sampai dengan 2022," kata Kejagung.
"Penyidik melakukan ekspos lanjutan atau gelar perkara dalam rangka penetapan pemohon sebagai tersangka berdasarkan nota dinas tanggal 4 September 2025 hal laporan hasil ekspos perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi Republik Indonesia dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022," lanjutnya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus kemudian menetapkan Nadiem sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka nomor TAP 63 tertanggal 4 September 2025 atas nama Nadiem Anwar Makarim. Kejagung juga mengeluarkan surat perintah penyidikan khusus dengan tersangka Nadiem Makarim.
"Bersama dengan surat penetapan tersangka tersebut, termohon juga mengeluarkan surat perintah penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor 47 tanggal 4 September 2025 yang mana surat perintah penyidikan tersebut merupakan surat perintah penyidikan khusus yang telah menyebutkan Nadiem Anwar Makarim atau pemohon sebagai tersangka," jelasnya.
"(Surat tersebut) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat penyidikan umum yang sebelumnya yaitu Surat perintah penyidikan Nomor 38 tanggal 25 Mei 2025, surat perintah penyidikan nomor 54a tanggal 11 Juni 2025, surat perintah penyidikan nomor 57a tanggal 11 Juli 2025, surat perintah penyidikan nomor 62a tanggal 21 Juli 2025, surat perintah penyidikan nomor 78 a tanggal 31 Juli 2025," lanjutnya.
Kejagung menuturkan telah memberitahu hak Nadiem selaku tersangka untuk dapat menunjuk pendamping dan penasehat hukum. Nadiem juga telah diperiksa sebagai tersangka sejak status tersebut ditetapkan.
"Termohon juga telah melakukan pemeriksaan terhadap pemohon sebagai tersangka berdasarkan BAP tanggal 4 September 2025 yang dalam BAP tersangka tersebut pemohon menerangkan identitasnya termasuk pekerjaan pemohon dan menyatakan belum ada mengajukan saksi dan atau ahli yang meringankan," kata Kejagung.
Kejagung kemudian mengirimkan surat penetapan tersangka Nadiem Makarim nomor 463 tanggal 4 September tahun 2025 dan surat perintah penyidikan Nomor 67 tanggal 4 September 2025 kepada yang bersangkutan. Surat tersebut juga diserahkan kepada penuntut umum dan KPK.
![]() |
"Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 130 termohon telah mengirimkan surat pemberitahuan penyidikan perkara tindak pidana korupsi atas nama tersangka Nadiem Anwar Makarim kepada pemohon selaku tersangka dan kepada penuntut umum dan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," jelasnya
"Surat Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana khusus pada Nadiem Anwar Makarim sebagai pemohon dengan nomor R281 tanggal 4 September 2025 perihal pemberitahuan penyidikan tindak pidana korupsi dan menyerahkan surat tersebut kepada tersangka Nadiem Anwar Makarim sebagai pemohon. Berdasarkan tanda terima surat surat tanggal 8 September 2025," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Kejagung mengatakan penetapan tersangka Nadiem Makarim dilakukan setelah yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi. Selain itu penetapan tersangka tersebut juga telah memenuhi alat bukti yang cukup berdasarkan sejumlah alat bukti mulai dari keterangan ahli, surat hingga bukti elektronik.
"Setelah pemohon diperiksa sebagai saksi, setelah diperoleh alat bukti lainnya, alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat, alat bukti petunjuk, maupun bukti elektronik, termohon selaku penyidik melakukan proses penetapan tersangka terhadap pemohon," imbuhnya.
Kejagung Minta Hakim Tolak Praperadilan Nadiem
Oleh sebab itu, Kejagung meminta hakim menolak praperadilan Nadiem Makarim dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Jaksa menilai permohonan Nadiem tidak beralasan menurut hukum.
"Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana tersebut di atas, termohon berkesimpulan bahwa semua dalil-dalil yang dijadikan alasan pemohon untuk mengajukan permohonan praperadilan ini adalah tidak benar," kata Kejagung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Kejagung menilai gugatan yang diajukan Nadiem bukan kewenangan praperadilan. Kejagung meminta hakim menolak praperadilan yang diajukan Nadiem.
"Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa mengadili dan memutuskan Permohonan Praperadilan Nomor 113/Pid.Pra/2024/PN Jakarta Selatan karena cacat formil dan bukan merupakan objek kewenangan praperadilan. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujarnya.
Berikut eksepsi yang diajukan Kejagung:
1. Menerima dan mengabulkan keterangan jawaban termohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan permohonan praperadilan register perkara nomor 113/Pid.Pra/2024/PN Jakarta Selatan tidak beralasan hukum
3. Menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya
4. Membebankan biaya perkara kepada pemohon.