Mereka takut jika sewaktu-waktu tempatnya mendulang rupiah dari para hidung belang digerebeg Majelis Komunikasi Ormas Islam (MKOI), hingga dirinya teraniaya. Padahal, saat ini mereka membutuhkan uang untuk kebutuhan anak dan keluarganya menghadapi lebaran mendatang.
"Pengalaman teman-teman di luar Tuban yang digerebeg kelompok orang-orang seperti itu sangat menyakitkan. Mereka seperti tak punya perasaan dan memahami keadaan kami, kami juga manusia yang butuh sangu untuk lebaran," ungkap Ayu (27), salah seorang PSK asal Ponorogo saat mengeluh kepada detiksurabaya.com di kompleks PSK Gandul, Kamis (28/8/2008).
Lokalisasi yang berada di tepian hutan jati Pakah, Tuban ini terdapat sekitar 70 orang PSK. Mereka mengaku bakal bertahan sampai mendapatkan uang cukup untuk membelikan keluarga dan anaknya baju baru untuk lebaran.
"Kasihan anak saya, kalau saya pulang tidak membawa uang. Saya mohon agar diberi toleransi untuk tetap praktek, paling tidak sampai pertengahan puasa," ungkap Ninik, PSK lain asal Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.
Sedangkan para mucikari di kompleks Wonorejo menyatakan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa jika memang massa Ormas Islam menggerebeg tempat usahanya. "Justru yang saya pikirkan, bagaimana nasib anak-anak (PSK) kalau dilarang praktek selama puasa. Mereka juga punya keinginan ikut berlebaran dengan membawa uang," ungkapnya.
Hal senada diungkapkan, sejumlah purel tempat karaoke di kota Tuban. Mereka meminta agar Ormas Islam Tuban memberi toleransi agar memberi kesempatan tempat karaoke buka selama puasa Ramadhan. Jika perlu jam bukanya disesuaikan, setelah sholat Tarawih sampai jam 00.00 WIB.
"Kami juga butuh uang untuk lebaran. Kalau selama puasa ini ditutup siapa yang mau memberi kami uang untuk lebaran. Apa orang-orang itu mau ngangomi kita untuk berlebaran," ungkap Rani, diamini sejumlah purel di salah satu tempat karaoke di kawasan Jalan Tuban-Semarang, di Dusun Dasin, Desa Sugihwaras, Kecamatan Jenu, Tuban. (bdh/bdh)