"Semua tanaman cabe di sini rusak dan yang tumbuh hanya batangnya saja. Rusaknya tanaman ini karena hujan tidak kunjung turun," ungkap Janip (75), salah satu petani kepada detiksurabaya.com ditemui di ladang tanaman cabe miliknya, Jumat (22/8/2008).
Kakek 5 cucu ini bakal merugi hingga jutaan rupiah karena gagal panen tahun ini. Biasanya, kata dia, Agustus seperti ini bisa memanen tanaman cabe hingga sebanyak 10 kali. Tapi, kini dia bersama keluarga belum juga dapat memanen lahan cabe seluas 1 ha itu.
"Terpaksa kita harus cabut semua tanaman untuk mengganti dengan tanaman lain," imbuh Janip.
Hal serupa juga dialami Sutri (30), putri Janip ini harus kembali mengeluarkan biaya untuk menanam jenis tanaman baru yakni jenis jagung. Padahal biaya yang akan dikeluarkan nanti untuk persiapan lebaran.
"Biaya ini padahal untuk lebaran. Ya terpaksa kita beli bibit jagung untuk menanam kembali ladang ini," tutur Sutri.
Sutri menambahkan, sebanyak 285 kepala keluarga yang ada di desanya bergantung hidup dengan bertani. Untuk tahun ini banyak warga memilih menanam cabe karena melihat harganya mahal. Rata-rata setiap kepala keluarga memiliki lahan seluas 1-1,5 ha.
Semenjak mulai tanam, kata Sutri, 5-6 bulan ke depan tanaman cabe dapat dipanen sampai berulang kali. Biaya yang dibutuhkan untuk ukuran 1 ha sekitar Rp 4-5 juta.
"Sejak bulan kemarin warga memilih untuk mencabut tanaman cabe, seperti yang saya lakukan. Karena bila dibiarkan malah mengering, " tutur ibu 3 anak ini.
Rupanya selain masalah cabe, warga juga kesulitan mendapatkan air bersih. Sebelumnya warga mendapat air bersih dari sumber mata air kawasan Cangar, Batu dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 1-2 juta untuk pengadaan pipa setiap kepala keluarga.
Karena adanya permasalahan warga harus mengambil air dari tempat peternakan ayam yang jaraknya sekitar 3 Km dari kampung. "Air tidak mengalir karena belum membayar uang perawatan," tukas Sutri. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini