Mereka mencari rumput laut yang rontok akibat hempasan ombak besar dengan cara
menebar jaring di pinggir pantai. Pekerjaan ini dilakukan dari pagi hingga sore hari. Hasilnya, cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya.
Seperti yang dilakukan Marsuki (45), salah seorang nelayan, warga Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep. Dia rela dihantam gelombang setinggi 3 meter di bibir pantai sambil menebar jaring atau perangkap rumput laut yang berserakan dan hanya menggunakan ban bekas mobil.
"Tidak ada pekerjaan lagi, mas! makanya menunggu rumput laut yang rontok saat ombak besar begini," kata Marsuki pada detiksurabaya.com di bibir pantai Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Selasa (19/8/2008).
Rumput laut yang masuk ke jaring, satu persatu dikumpulkan untuk dijual kepada pengepul. Harganya, cukup mahal yakni Rp 4.000 perkilo untuk rumput laut basah berkwalitas.
Rupanya tak hanya Marsuki yang mengais rezeki saat ombak besar dengan roktoknya rumput laut milik nelayan lain. Hal serupa dilakukan, Marsuto (41) warga setempat. Bapak dua anak ini mengaku sudah biasa mencari rumput laut yang rontok saat tidak bisa melaut.
"Rumput laut yang rontok lalu diambil dengan memakai jaring tidak ada masalah, tapi jangan sampai merusak tempat budi daya rumput laut milik nelayan lain," ujar Marsuto.
Rumput laut yang dihasilkan langsung dijual pada pengepul dan jarang dikeringkan karena para nelayan ingin cepat mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup pada musim paceklik saat ini.
Pantauan detiksurabaya.com, warga nelayan kurang mampu yang mencari rontoknya rumput laut saat cuaca mengancam keselamatan jiwa juga dilakukan oleh nelayan pulau Raas, Gili Genting, dan di pulau-pulau kecil di Kangean.
Bahkan, nelayan yang dekat dengan perairan Bali dan Kalimantan (dekat Masalembu) juga melakukan hal serupa. Nelayan setempat sudah menghentikan aktifitasnya melaut sejak dua bulan terakhir seiring dengan gelombang laut yang belum bersahabat. (bdh/bdh)