Di samping badannya rusak digerus abrasi, menurut sejumlah informasi hamparan lahan yang semula menjadi sentra pohon kelapa kini telah hilang.
Yang ada saat ini, menjadi hunian para tuna wisma dan tempat mangkal komunitas kaum waria. Tak juga diketahui, mengapa pantai yang menyimpan sejuta kisah legenda ini dibiarkan amburadul. Terlebih saban malam menjadi tempat mengkalnya kupu-kupu malam dan kelas picisan. Mereka berbaur dengan para waria yang saban hari menjadi penghuni tetap di sana.
"Saya tidak bisa mengerti, kenapa pantai yang dulu menjadi tempat liburan keluarga ini sekarang kumuh seperti ini," ungkap Ahmad Rozali (54) warga Kebonsari, Tuban saat ditemui detiksurabaya.com di pantai setempat, Selasa (15/7/2008).
Pengusaha sukses yang kini tinggal di Jakarta ini sengaja datang bersama keluarganya ke Pantai Boom. Harapannya bisa mengurai kisah masa lalu tentang kejayaan pantai yang dasar lautnya diyakini terdapat benda keramik Cina di kapal perang Tar-Tar.
Dia pun mengaku kecewa, karena pantai yang semasa mudanya masih indah dan teduh, kini jadi kering kerontang. Yang kian memilukan, badan pantai sandaran kapal yang menjorok ke laut hingga sepanjang sekitar 1 Km dengan lebar sekitar 10 meter telah terkikis air laut.
Abrasi air laut telah meluluh-lantakkan pantai yang dulu menjadi kebanggaan warga Bumi Ronggolawe. Ironisnya, kehidupan malam di pantai itu, bertolak belakang dengan denyut nadi kehidupan Tuban yang kental dengan kota santri.
Saban malam, penjaja seks komersial kian subur. Mereka melakukan transaksi di sepanjang badan pantai. Apalagi lampu penerangan malam hari tak begitu terawat dan banyak yang mati.
"Ini benar-benar kehidupan yang bertolak belakang dengan julukan Tuban sebagai daerah kaum santri. Saya sangat prihatin dnegan kondisi ini," kata Ustadz Malekurahman, tokoh masyarakat asal Rengel, Kabupaten Tuban yang sempat mengecek kebenaran informasi tentang kehidupan malam di pantai tersebut. (fat/fat)