Dari penggeledahan di rumah Karmu, polisi menyita puluhan jerigen lantung (minyak mentah) yang dibeli dari penambang minyak tradisional di Kadewan, Kabupaten Bojonegoro. Termasuk juga ratusan liter minyak tanah (mitan) dan satu drum isi 130 liter solar oplosan siap jual.
"Ia saat ini kita periksa intensif di Mapolres untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Kasat Reskrim Polres Tuban AKP Efendi Lubis kepada detiksurabaya.com di Mapolres Tuban.
Diperoleh informasi, praktik penjualan solar oplosan ini sudah dilakukan Karmu sejak enam bulan terakhir. Pangsa pasarnya para nelayan di wilayah Kabupaten Tuban, Lamongan, hingga wilayah Kabupaten Rembang, Jateng.
Karmu yang ditemui disela-sela pemeriksaan di Mapolres Tuban menyatakan, ia terpaksa berjualan solar oplosan karena terbentur ekonomi. Pelanggannya para nelayan di wilayah Tuban dan sekitarnya. Selama ini tidak ada keluhan dengan mesin diesel kapal yang memakai solar oplosan buatannya.
Lantung yang dibeli dari penambang tradisional Kadewan, langsung dicampur dengan minyak tanah. Ukurannya mengikuti selera pengoplosnya.
"Yang penting kalau sudah baunya mirip solar sudah bisa dijual. Campuran lantungnya sedikit karena kandungan solarnya sangat bagus," katanya. Namun demikian, ia menolak mengungkapkan komposisi yang pas dalam mengoplos lantung dengan minyak tanah.
Menurutnya, dalam setiap liter solar dari oplosan lantung dengan minyak tanah, ia mengambil untung Rp 500 per liter. Untuk kalangan nelayan, terkadang membayar belakang setelah pulang melaut.
Sekalipun pengoplos solar dengan minyak tanah ini bisa dibilang membantu para nelayan disaat kesulitan bahan baker minyak, namun perbuatannya melanggar peraturan perundang-undangan. Karmu tetap dijerat Pasal 55 Undang-undang 22/2005 tentang Migas.
"Ia terancam hukuman lima tahun penjara," kata Iptu Budi Santoso. (bdh/bdh)