Dalam kesaksiannya yang dihimpun Tim pengumpul data Forum Keprihatinan Jurnalis Bojonegoro dan dikirimkan AJI Surabaya ke media massa, termasuk detiksurabaya.com, Didik menceritakan detik-detik menegangkan yang terjadi pada Rabu (30/4/2008).
Inilah kesaksiannya:
Sekitar pukul 10.00 WIB massa gelombang pertama datang di alun-alun Bojonegoro, Jawa Timur dengan menggunakan 25 truk. Suasana ketika itu sudah mulai panas.
Dalam orasinya, pendemo menghujat Harmono, Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bojonegoro. Sekitar pukul 10.15 WIB, massa gelombang kedua datang dengan menggunakan sekitar 30 truk.
Saat itu saya (Didik Wahyudi-red) bersama dengan rekan-rekan wartawan lain mengambil gambar di atas pintu masuk alun-alun. Tiba-tiba segerombolan massa mendekati kami. Entah mengapa, pendemo tiba-tiba menghujat-hujat kami dan bersumpah serapah.
Mereka mengeluarkan kata-kata kasar, sambil melarang kami mengambil gambar. Semula para wartawan belum menyingkir atas pelarangan pendemo itu.
Tetapi, massa kemudian mendekat dan mendorong-dorong. Saat itu, yang tersisa hanya Sasmito, Stringer Metro TV. Saat itulah pendemo melakukan penyerangan terhadap Sasmito. Dia ditendang dan beberapa kali kena pukulan dari para pendemo yang berjumlah sekitar 10 orang.
Sasmito dan beberapa wartawan menghindar ke tengah alun-alun dan sepakat untuk berkumpul agar tidak karena melihat ada upaya massa menyerang wartawan. Beberapa
saat kemudian, sekitar pukul 10.35 WIB, ada telepon dari wartawan JTV Bojonegoro atas nama Sucipto, yang mengatakan jika dia dirawat di RS Muhammadiyah Aisiyah Bojonegoro.
Dia mengalami luka-luka akibat diserang massa pendemo sekitar 5 orang di depan Gapura Alun-Alun, Bojonegoro. Cipto juga mengaku selain diserang dengan pukulan, juga mengaku terkena pentungan kayu yang mengenai kepala bagian belakang, wajah lebam dan luka pada pelipis kiri sehingga mendapat tiga jahitan.
Begitu ada telepon pemberitahuan dari Sucipto, puluhan wartawan bergerak menuju ke RS Muhammadiyah Aisiyah yang berlokasi sekitar 100 meter dari Alun-Alun, Bojonegoro. Di depan teman-temannya, Cipto mengaku diserang. Selanjutnya wartawan kembali meneruskan liputan di sekitar Alun-Alun.
Sekitar pukul 11.00 WIB, para wartawan kembali melakukan peliputan aksi demo, di depan Kantor Bapeda, di seberang jalan Alun-Alun Bojonegoro. Saat itulah, kembali muncul kericuhan. Kali ini, diduga adalah salah seorang penggiat LSM bernama Imam Fahruddin.
Dia dikeroyok massa, karena mengambil gambar dan dianggap wartawan. Saat itulah, wartawan kembali mengambil gambar pengeroyokan dengan korban penggiat LSM tersebut.
Rupanya, massa marah-marah ketika wartawan mengambil gambarnya. Akibatnya, massa berbalik arah dan mengejar sejumlah wartawan televisi, cetak dan radio sekitar 8 orang. Melihat massa mengejar, para wartawan lari berpencar dengan cara menyelamatkan diri dari. Mereka berlari ke RS Aisiyah, Kantor Bapeda dan ke Kantor PLN di Jl KH Hasyim Asy'ari.
Di antara wartawan yang lari itu, ada Daniel wartawan radio Bass FM, Agus Bogang, Dwi dari Warta Bojonegoro serta Saya sendiri. Massa terus mengejar. Tetapi, naas, saya dan Daniel, terperangkap di belakang Kantor PLN. Karena tembok belakang PLN cukup tinggi sekitar 2,5 meter sehingga susah untuk dilompati. Sehingga terpaksa, saya dan Daniel, berhenti di belakang kantor PLN sambil menunggu suasana reda. Namun tiba-tiba dari arah depan muncul dua orang yang melakukan penyerangan terhadap saya dengan Daniel.
Di sini kami berdua, akhirnya berpencar dan berusaha menyelamatkan diriĀ masing-masing. Saya lari ke depan, sementara Daniel lari ke depan. Namun naas, di depan kami ada sekitar tiga orang datang menghadang.
Tanpa basa-basi, ketiga orang ini langsung menyerang saya dengan memukul secara membabi buta terutama di wilayah kepala dan dada. Saat mendapat pukulan beberapa kali, saya melihat ada beberapa orang datang dan ikut memukuli.
Jumlah pelaku pemukulan sekitar 8 orang, dan salah satu di antaranya membawa bambu dan mengancam akan merusak handcam yang saya pegang. Tetap secara reflek, saya membungkuk untuk menyelamatkan gambar di handcam hasil liputan aksi demo di depan Alun-Alun Bojonegoro.
Itu dokumen hasil liputan saya. Jadi saya berusaha untuk mengamankan. Saya tidak bisa menghitung, berapa kali, tubuh, muka dan kepala saya mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari para penyerang.
Saya sempat berteriak minta tolong dan ampun-ampun. Tetapi para penyerang tidak menghentikan pukulan dan terus menyerang. Saya sedikitpun tidak melakukan perlawanan. Akibat beberapa kali pukulan, saya merasakan kepala pening dan badan lemas.
Saat itulah saya ambruk dengan posisi membungkuk menahan rasa sakit, sambil berusaha terus menggenggam handcam. Saat itu saya juga merasakan kesadaran turun dan hampir pingsan.
Akhirnya saya ambruk. Melihat saya ambruk, para penyerang itu, langsung meninggalkan begitu saja.
Beberapa saat kemudian rekan wartawan , Agus Bogang dan salah satu anggota Polisi Lalu-Lintas datang dan berusaha menolong. Saya merasakan badan lemas sekali. Sambil dirangkul, saya diajak menjauh dari TKP dan dengan menggunakan mobil pick up milik PLN Bojonegoro, saya dibawa ke RS Bhayangkara Wahyu Tetuko untuk mendapat perawatan.
Saat dirawat itulah, saya muntah-muntah sebanyak tiga kali dan badan semakin lemas. Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui, kepala saya mengalami benjol-benjol, sesak nafas.
Ada juga luka goresan pada tangan kanan sepanjang 3 cm yang kemungkinan terkena goresan seperti bambu. Saya sempat istirahat sekitar dua jam, untuk mengetahui, apakah ada luka dalam (kekhawatiran terjadi geger otak). Tetapi, saya akhirnya diperbolehkan pulang, setelah ada jaminan dari dokter, tidak ada luka dalam.
Daniel dalam siaran pers itu juga mengaku dipukuli beberapa kali dan mengenai wajahnya. Ada luka benjolan pada luka di pelipis bagian kiri. Daniel, juga mengakuĀ sempat roboh akibat pukulan. Beruntung, dia diselamatkan anggota polisi lalu lintas yang tak jauh dari tempat perkara. Usai dirawat dan istirahat, saya bersama rekan-rekan wartawan melaporkan kasus penganiayaan ini ke Kantor Polres Bojonegoro.
Soal motif penyerangan terhadap wartawan itu memang belum jelas. Tetapi, sempat muncul di antaranya kerumunan massa saat awal-awal demo bahwa massa mencari wartawan Radar Bojonegoro, tetapi tidak disebutkan siapa nama wartawan bersangkutan.
"Mana wartawan Radar Bojonegoro. Dia tulisannya menyudutkan warga (Korban penembakan asal Babad Kecamatan Kedungadem di sekitar hutan Sekidang, Kecamatan Sugihwaras, Bojoengoro)". Tetapi, karena pendemo tidak ketemu (kemungkinan tidak mengetahui) wartawan Radar Bojonegoro, mereka akhirnya menyasar ke para wartawan yang ikut melakukan peliputan di Alun-Alun Bojonegoro.
Seperti diberitakan di situs ini, sekitar 3.000 warga Bojonegoro dari Perguruan Silat Setia Hati Teratai demo di Kantor DPRD Bojonegoro, Rabu (30/4/2008). Mereka menuntut keadilan atas dua temannya yang tewas ditembak Polisi Hutan (Polhut) KPH Perhutani Bojonegoro.
Dalam aksi ini, para pengunjuk rasa bertindak anarkis. Mereka menyerbu wartawan yang tengah meliput aksi tersebut. Akibatnya, beberapa wartawan mengalami luka akibat amukan massa.
(gik/gik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini