Salah seorang peternak ayam petelor, Mahalli (29) warga Desa Pakandangan Sangrah Kecamatan Bluto yang ditemui di rumahnya, menyebutkan, harga jual telor saat ini hanya Rp 530 per butir dan pakan ayam dari pabrik (konsentrat) dipatok Rp 210 ribu/50 kilo.
Padahal pada harga normal harga telur bisa mencapai Rp 600 sampai Rp 700 per butir dengan harga pakan konsentrat hanya pada kisaran Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu/50 kilo.
"Dengan tidak seimbangnya harga telur dengan kenaikan harga pakan saat ini, maka banyak peternak yang sudah gulung tikar," kata Mahalli saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Bluto, Sumenep, Jumat (8/2/2008).
Hal serupa juga diakui peternak ayam petelur lainnya, Moh Rozi (30) warga Desa Karang Cempaka, Kecamatan Bluto. Ia mengaku semula memelihara ayam hingga 4 ribu ekor, namun dengan adanya kenaikan pakan dan harga telur anjlok mulai mengurangi peliharaan ayamnya dan saat ini tinggal 2.500 ekor yang masih produktif.
"Pada kondisi harga telur anjlok dan pakan ayam naik, peternak ayam petelur sulit mendapatkan laba dan seringkali rugi," katanya.
Ia juga mengeluh dengan kenaikan bibit ayam petelur yang tembus hingga Rp 575 ribu/100 ekor, padahal akhir tahun 2007 lalu masih Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu/100 ekor bibit ayam petelur.
Sementara itu, Kepala Kantor Peternakan Kabupaten Sumenep, Edi Sutrisno, saat ditemui di kantornya Jalan Perumahan Satelit, mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan kenaikan harga pakan ayam dan anjloknya harga telor.
Namun ia menyarankan agar peternak ayak mencampur pakan ayam yang dari pabrik dengan jagung dan dedak pada kisaran 30 persen. "Kalau pakanan dari pabrik itu dicampur dengan jagung dan dedak sebanyak 30 persen tidak akan berpengaruh pada pertumbuhan ayam," ujarnya.
Dengan menyiasasi mencampur pakan ayam yang dari pabrik dengan jagung dan dedak, maka kerugian dapat diminimalisir meski untungnya tidak seberapa besar. (bdh/bdh)