Parameter yang diukur meliputi kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD). Pantauan dilakukan di sepanjang aliran sungai, terutama daerah yang berpotensi tingkat pencemarannya tinggi.
Direktur Perum Jasa Tirta Tjoek Walujo saat ditemui di kantornya, Kamis (6/12/2007), mengatakan hasil pantuan kualitas air ini telah dilaporkan kepada Gubernur Jawa Timur dan Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda). Nantinya, Bapedal yang memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi atau pembinaan guna mengendalikan sumber pencemar.
Pantauan ini dilakukan secara rutin untuk mengetahui kualitas air sungai yang dikelola Jasa Tirta. "Hampir semua industri membuang limbahnya ke sungai. Di Jawa Timur ada sekitar 53 Industri yang berpotensi sebagai pencemar," ujarnya.
Namun, ternyata menurutnya sumber pencemar bukan hanya industri tapi sekitar 60 persen limbah justru berasal dari limbah domestik rumah tangga. Karena, penduduk yang bermukim di pinggiran sungailangsung membuang sampah, tinja dan limbah diterjen.
Sedangkan, Kali Brantas, Metro, Surabaya dan Widas telah memenuhi baku mutu. Padahal, sebelumnya Kali urabaya dilaporkan tercemar hingga ribuan ikan mati mendadak. "Memang, kadang terjadi kondisi ekstrim. Tapi kalau menurut trendnya terjadi penurunan pencemaran," jelasnya.
Sementara, Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Purnawan Dwikora Negara menyampaikan pada aerah perkotaan yang padat pemukiman dan industri ternyata 90 persen limbah berasal dari indusri. "Seperti di Mojokerto dan Surabaya, disepanjang aliran sungai itu terdapat sekitar 1054 pabrik, 40 diantaranya berpotensi mencemari. Potensi pencemarannya berupa limbah cari sebanyak 125 hingga 330 ton per hari," terangnya.
Mau limbah domestik, mau limbah industri, keduanya tetap saja limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Akibat tingginya tingkat pencemaran, aliran kali Surabaya tak lagi layak dikonsumsi.Padahal selama ini PDAM Kota Surabaya memanfaatkan salah satu anak Sungai Brantas, sebagai bahan baku air minum. "Walhi menemukan adanya bakteri e-coli penyebab diare, juga logam berat lainnya, di dalam air sungai," ungkap Dwikora. (bdh/bdh)