Hal tersebut disampaikan Razilu saat menjadi saksi deklarasi janji kinerja dan pembangunan zona integritas satker pemasyarakatan se-Korwil Surabaya.
"Hasilnya ini bukan saja untuk pasar domestik, tapi sudah ekspor ke australia, eropa dan korea," kata Razilu saat tinjau ruang meubelair di Lapas Porong, Sabtu (15/1/2022)
Dia memberikan nilai lebih karena pihak lapas tidak perlu mengeluarkan sepeserpun. Justru berkontribusi positif terhadap pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
"Masih sedikit lapas yang hasilnya bisa diakui internasional, ini bisa jadi contoh bagi lainnya," terangnya.
Selain itu, Razilu juga mengapresiasi adanya perpustakaan digital dan warga binaan yang aktif dalam pembinaan literasi. Hal ini, lanjut Razilu, membuktikan komitmen yang kuat yang ditunjukkan pihak lapas.
"Tahun 2021 sudah dapat WBK, semoga tahun ini bisa meningkat menjadi WBBM," harapnya.
Sementara Kalapas Kelas I Surabaya Gun Gun Gunawan memgatakan industri meubeler di Lapas I Surabaya sudah diresmikan sejak 1992. Selama 30 tahun itu, industri berskala ekspor itu sudah menghasilkan ribuan alumni dan menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai ratusan juta.
"Kalau dulu masih garap pengolahan rotan, namun karena permintaan pasar yang besar terkait perkayuan, akhirnya kami menyesuaikan. Kami menjamin bahwa produk hasil karya warga binaan sudah berstandar internasional. Pasalnya barang-barang berupa berbagai macam meja maupun kursi telah diekspor ke berbagai negara. Ada Australia, Jepang, Korea hingga Eropa," katanya.
Dia mengaku ada tantangan tersendiri dalam mengekspor barang tersebut. Pasalnya, ada beberapa negara yang sangat selektif. Terutama dalam hal pemenuhan hak tenaga kerja dalam hal ini warga binaan. "Ada negara yang sampai melakukan inspeksi, memastikan bahwa kami menunaikan kewajiban dan memenuhi hak warga binaan," terangnya.
Selama ini, ada sistem premi dan insentif yang disetorkan PT BMS ke negara. Pihak lapas lalu membagikan premi dan insentif itu kepada warga binaan. Sesuai dengan kinerja warga binaan. Ada yang ditabung, ada yang dimanfaatkan untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari di dalam lapas.
"Banyak juga yang dikirim ke keluarga di rumahnya masing-masing," ujar Gun Gun.
Namun, Gun Gun menyatakan bahwa pihaknya sangat selektif menentukan tenaga kerja. Pasalnya, saat ini sangat sulit mendapatkan tenaga kerja yang disiplin.
"Salah satu masalahnya karena mayoritas warga binaan berasal dari kasus narkotika, yang karakternya etos kerjanya kurang baik. Kami mendahulukan kualitas, jadi ada proses assasment, karena ada risiko kerjanya," tandasnya. (fat/fat)